Pages

Thursday, January 16, 2014

INDUKSI PERSALINAN

INDUKSI PERSALINAN

INDUKSI PERSALINAN SECARA FARMAKOLOGIS

A.    PROSTAGLANDIN
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium. Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam. Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan pematangan serviks, yaitu gel dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts (Cervidil). Prepidil mengandung 0,5 mg gel dinoproston, sementara Cervidil mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk pessarium.
Teknik untuk memasukkan gel dinoprostone (Prepidil)
1.      Seleksi pasien :
a.       Pasien tidak demam
b.      Tidak ada perdarahan aktif pervaginam
c.       Penilaian denyut jantung janin teratur
d.      Pasien memberikan informed consent
e.       Skor Bishop <4
2.      Letakkan gel pada suhu ruangan sebelum dipasang, sesuai dengan instruksi pabrik.
3.      Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus
15 sampai 30 menit sebelum gel dimasukkan dan dilanjutkan selama 30 sampai 120 menit setelah gel dimasukkan
4.      Masukkan gel ke dalam serviks sesuai dengan arahan berikut :
a.       Jika serviks belum mendatar, gunakan kateter endoserviks 20 mm untuk memasukkan gel ke dalam endoserviks tepat di bawah ostium uteri internum
b.      Jika pendataran serviks 50%, gunakan kateter endoserviks 10 mm
5.      Setelah pemberian gel, pasien harus tetap berbaring selama 30 menit sebelum boleh bergerak
6.      Dapat diulangi setiap 6 jam, sampai 3 dosis dalam 24 jam
7.      Nilai akhir pematangan serviks meliputi kontraksi uterus yang kuat, skor Bishop 8, atau perubahan status ibu atau janin.
8.      Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 1,5 mg dinoprostone (3 dosis) dalam 24 jam
9.      Jangan mulai pemberian oksitosin selama 6 sampai 12 jam setelah pemberian dosis terakhir, untuk memperoleh onset persalinan spontan dan melindungi uterus dari stimulasi yang berlebihan.
Teknik pemasangan dinoprostone pervaginam (Cervidil)
1.      Seleksi pasien
2.      Penggunaan sejumlah kecil lubrikan yang mengandung air, letakkan di forniks posterior dari serviks. Sementara alat tersebut menyerap kelembaban dan
1.      cairan, ia melepaskan dinoprostone dalam kecepatan 0,3 mg per jam selama 12 jam
2.      Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu mulai 15 sampai 30 menit sebelum pemberian. Karena hiperstimulasi dapat terjadi sampai sembilan setengah jam setelah pemberian, denyut jantung janin dan aktivitas uterus harus dimonitor sejak pemberian sampai 15 menit setelah dilepaskan.
3.      Setelah insersi, pasien harus tetap berbaring selama 2 jam
4.      Lepaskan insersi dengan mendorong talinya setelah 12 jam, saat fase aktif dimulai, atau jika terjadi hiperstimulasi uterus.
5.      Telaah Cochrane memeriksa 52 penelitian yang didesain dengan baik yang menggunakan prostaglandin untuk pematangan serviks atau induksi persalinan. Dibandingkan dengan plasebo (atau tanpa terapi), penggunaan prostaglandin vagina meningkatkan kecenderungan bahwa persalinan pervaginam dapat terjadi dalam waktu 24 jam. Sebagai tambahan, rasio seksio sesaria dapat dibandingkan pada semua penelitian. Satu-satunya kelemahannya adalah peningkatan rasio hiperstimulasi uterus dan perubahan denyut jantung janin yang menyertainya.

B.     MISOPROSTOL
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh Food and drug administration di Amerika Serikat untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.
Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak memiliki skar uterus. (Evidence level B, studi kohort). Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :
1.      Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut)
2.      Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
3.      Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak
4.      Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir
5.      Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar uterus (Evidence level A, RCT)
Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat menurunkan insidensi seksio sesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi dalam 24 jam pemberian misoprostol dan menurunkan kebutuhan oksitosin (pitosin) tambahan. (Evidence level A, tinjauan sistematis RCT). Tinjauan pustaka tambahan menunjukkan bahwa misoprostol merupakan agen yang efektif untuk pematangan serviks. (Evidence level A, telaah sistematis RCT)
Telaah Cochrane menurut grup Pregnancy and Childbirth mengidentifikasikan 26 uji klinis tentang misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan atau keduanya. Studi-studi ini menunjukkan bahwa misoprostol lebih efektif daripada prostaglandin E2 agar terjadi persalinan pervaginam dalam 24 jam dan mengurangi kebutuhan dan jumlah total oksitosin tambahan. Meskipun dalam penelitian ini dinyatakan bahwa misoprostol dihubungkan dengan insidensi hiperstimulasi uterus yang lebih tinggi dan cairan amnion kehijauan (meconium staining), tetapi komplikasi ini biasanya dijumpai dengan dosis misoprostol yang lebih tinggi (>25μg). Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa paparan misoprostol intrapartum (atau agen pematangan serviks prostaglandin lain) menimbulkan efek samping jangka panjang terhadap janin yang lahir tanpa gawat janin.
ACOG Committee on Obstetric Practice menyatakan bahwa tablet misoprostol intravaginal efektif dalam induksi persalinan pada wanita hamil dengan serviks yang belum matang. Komite ini menekankan bahwa hal-hal berikut ini sebaiknya dilakukan untuk meminimalkan risiko hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri pada pasien-pasien yang menjalani pematangan serviks atau induksi persalinan pada trimester ketiga, yaitu :
1.      Jika misoprostol digunakan untuk pematangan serviks atau induksi persalinan pada trimester ketiga, dipertimbangkan pemberian dosis awal seperempat tablet 100 μg (sekitar 25 μg).
2.      Dosis sebaiknya tidak diberikan lebih sering daripada setiap 3-6 jam.
3.      Oksitosin seharusnya tidak diberikan kurang dari 4 jam setelah dosis misoprostol terakhir.
4.      Misoprostol sebaiknya tidak digunakan pada pasien bekas SC atau bekas operasi uterus mayor.
Penggunaan dosis misoprostol yang lebih tinggi (misalnya 50 μg setiap 6 jam) untuk induksi persalinan mungkin dapat diberikan pada beberapa situasi, meskipun ada laporan bahwa dosis tersebut meningkatkan risiko komplikasi, termasuk hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri. Grande multipara juga merupakan faktor risiko relatif untuk terjadinya ruptur uteri.

C.    MIFEPRISTONE
Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat kontraksi uterus, sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen ini menyebabkan peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks. Dilaporkan Cochrane, ada 7 percobaan yang melibatkan 594 wanita yang menggunakan mifepristone untuk pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang diterapi dengan mifepristone cenderung memiliki serviks yang matang dalam 48 sampai 96 jam jika dibandingkan dengan plasebo. Sebagai tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan dalam waktu 48-96 jam dan tidak dilakukan seksio sesaria. Namun demikian, hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu; sehingga tidak cukup mendukung bukti keamanan mifepristone dalam pematangan serviks.

D.    RELAKSIN
Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks. Berdasarkan evaluasi telaah Cochrane mengenai hasil dari 4 penelitian yang melibatkan 267 wanita disimpulkan bahwa kurangnya dukungan dalam penggunaan relaksin saat ini, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai agen-agen induksi persalinan.

E.     OKSITOSIN
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit. Seiring dengan perkembangan kehamilan, jumlah reseptor oksitosin dalam uterus meningkat (100 kali lipat pada kehamilan 32 minggu dan 300 kali lipat pada saat persalinan). Oksitosin mengaktifkan jalur fosfolipase C-inositol dan meningkatkan kadar kalsium ekstraseluler, menstimulasi kontraksi otot polos miometrium. Banyak studi acak yang terkontrol dengan penggunaan plasebo memfokuskan penggunaan oksitosin dalam induksi persalinan. Ditemukan bahwa regimen oksitosin dosis rendah (fisiologis) dan dosis tinggi (farmakologis) sama-sama efektif dalam menegakkan pola persalinan yang adekuat.
Oksitosin dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. Ia diabsorpsi oleh mukosa bukal dan nasal . Jika diberikan per oral, oksitosin dengan cepat diinaktifkan oleh tripsin. Rute intravena paling sering digunakan untuk menstimulasi uterus hamil karena pengukuran jumlah indikasi yang diberikan lebih tepat dan dapat dilakukan penghentian obat secara relatif cepat apabila terjadi efek samping.
Saat diabsorpsi, oksitosin didistribusikan dalam cairan ekstraseluler dan tidak berikatan dengan protein. Dibutuhkan waktu 20-30 menit untuk mencapai kadar puncak plasma. Interval waktu yang lebih singkat dapat memperpendek induksi persalinan, tetapi lebih cenderung berhubungan dengan hiperstimulasi uterus dan gawat janin. Mekanisme oksitosin adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler. Hal ini dicapai dengan pelepasan deposit kalsium pada retikulum endoplasma dan dengan meningkatkan asupan kalsium ekstraseluler. Aktivitas oksitosin diperantarai oleh reseptor membran spesifik yang berpasangan dengan protein transduser dan efektor yang membawa informasi dalam sel.
Transduser oksitosin adalah guanosil trifosfat (GTP) binding protein atau protein G. Kompleks reseptor oksitosin – protein G menstimulasi fosfolipase C (PLC). Fosfolipase C secara selektif akan menghidrolisa fosfatidil inositol 4,5–bifosfat (PIP 2) untuk membentuk inositol 1,4,5-trifosfat (IP3) dan 1,2-diasil gliserol. IP3 menyebabkan keluarnya kalsium dari retikulum endoplasma yang meningkatkan konsentrasi kalsium sitoplasma. Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang disebabkan karena lepasnya kalsium dan retikulum endoplasma tidak adekuat untuk mengaktivasi sepenuhnya mekanisme kontraktil miometrium dan kalsium ekstraseluler yang penting untuk aksi oksitosin yang adekuat. Apanila tidak ada kalsium ekstraseluler, respon sel-sel miometrium terhadap oksitosin menurun. Kompleks oksitosin – protein G membantu keluarnya kalsium dari retikulum endoplasma dengan melakukan perubahan pada kanal kalsium, baik secara langsung maupun melalui efek yang diperantarai IP3, menyebabkan influks kalsium ekstraseluler. Efek oksitosin terhadap masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel miometrium tidak sensitif terhadap nifedipin.

Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang bebas dari konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahw akonsentrasi Prostaglandin E (PGE) danProstaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian oksitosin. Oksitosin juga menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia. Penemuan ini menunjukkan adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk mengifisienkan kontraksi uterus selama persalinan.

4 comments:

Komentar, Kritik dan sarannya ya !!!!!!!!!!!!!