TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)
A.
PENGERTIAN
MOW
(Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi.
MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri
yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian
sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi
kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2006)
Tubektomi
adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan
perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang
cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan
Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi
sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
Program MOW
sendiri dibagi menjadi 2 yaitu diantaranya:
1.
Program rumah sakit
a. Pelaksanaan
MOW pasca operasi /pasca melahirkan
b. Mempunyai
penyakiot ginekologi
2.
Reguler: MOW dapat dilakukan pada masa interval
B.
SYARAT
MELAKUKAN MOW (METODE OPERASI WANITA)
Syarat
dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
1. Syarat
Sukarela
Syarat
sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan
tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
2. Syarat
Bahagia
Syarat
bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri
sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak
terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro,2005)
3. Syarat
Medik
Setiap
calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat kesehatan,
artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat
memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang
tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang
sedang hamil atau dicurigai sdang hamil (BKKBN, 2006)
C.
TEKNIK
MELAKUKAN MOW
1. Tahap
persiapan pelaksanaan
a. Informed
consent
b. Riwayat
medis/ kesehatan
c. Pemeriksaan
laboratorium
d. Pengosongan
kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
e. anesteri
2. Tindakan
pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi antara lain:
a. Minilaparotomi
Metode
ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan sayatan
kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun
subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap
banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat
pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin, 2006)
Baik
untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba dilakukan melalui
sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong
sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup
dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan komplikasi, klien
dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
b. Laparoskopi
Prosedur
ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang telah dilatih
secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan
pada 6 – 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).
Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena
peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya
minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal dan
diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2006).
3. Perawatan
post operasi
a. Istirahat
2-3 jam
b. Pemberian
analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi
dini
d. Diet
biasa
e. Luka
operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1 minggu, cari
pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada abdomen yang menetap,
perdarahan luka insisi.
D.
WAKTU
PELAKSANAAN MOW
Menurut
Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat dilakukan pada
saat:
1. Masa
Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2. Pasca
persalinan (post partum)
Tubektomi
pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat lambatnya
dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48 jam
akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan
sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca
persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat alat genetal lainnya telah
mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan
infeksi.
3. Pasca keguguran
Sesudah
abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4. Waktu
opersi membuka perut
Setiap
operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus dipikirkan
apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi.
Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini
dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.
Sedangkan
menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap Operasi Wanita) dapat
dilaukan pada:
1. Setiap
waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut
tidak hamil
2. Hari
ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pasca
persalinan
Minilaparotomi
dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu pasca
persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil.
4. Pasca
keguguran
Tubektomi
dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi setelah triwulan
pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada
bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparotomi
saja.
E.
INDIKSI
MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela
Indonesia tahun 1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur
25 – 40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 – 30
tahun dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak
atau lebih, dan umur istri 35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan
umur suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya
telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan
tersebut.(Wiknjosastro,2005)
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai
berikut:
1. Indikasi
medis umum
Adanya
gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini hamil
lagi.
a. Gangguan
fisik
Gangguan
fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung, dan
sebagainya.
b. Gangguan
psikis
Gangguan
psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering menderita
psikosa nifas, dan lain lain.
2. Indikasi
medis obstetrik
Indikasi
medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea yang
berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3. Indikasi
medis ginekologik
Pada
waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus
melakukan sterilisasi.
4. Indikasi
sosial ekonomi
Indikasi
sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang sekarang
ini terasa bertambah lama bertambah berat.
a. Mengikuti
rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu, kemudian dapat
dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya umur ibu 30 tahun
dengan anak hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah 120.
b. Mengikuti
rumus 100
Umur
ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur
ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umue
ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang ]
F.
KONTRAINDIKASI
MOW
Menurut
Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi menjadi 2 yang
meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative
1. Kontra
indikasi mutlak
a. Peradangan
dalam rongga panggul
b. Peradangan
liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum
dauglas tidak bebas,ada perlekatan
2. Kontraindikasi
relative
a. Obesitas
berlebihan
b. Bekas
laparotomi
Sedangkan
menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani Tubektomi
yaitu:
1. Hamil
sudah terdeteksi atau dicurigai
2. Pedarahan
pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3. Infeksi
sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol
4. Kurang
pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
5. Belum
memberikan persetujuan tertulis.
G.
KEUNTUNGAN
Menurut
BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
1. Perlindungan
terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
2. Tidak
mengganggu kehidupan suami istri
3. Tidak
mempengaruhi kehidupan suami istri
4. Tidak
mempengaruhi ASI
5. Lebih
aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan),
lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan
dari kontrasepsi mantap adalah sebagai berikut:
1. Sangat
efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
2. Tidak
mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
3. Tidak
bergantung pada faktor senggama.
4. Baik
bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
5. Pembedahan
sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
6. Tidak
ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
H.
KERUGIAN
Kerugian
dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan Sujiyati,2009) yaitu antara
lain:
1. Harus
dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat dipulihkan
kembali.
2. Klien
dapat menyesal dikemudian hari
3. Resiko
komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
4. Rasa
sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Dilakukan
oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau dokter
spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
6.
Tidak melindungi diri dari IMS.
I.
KOMPLIKASI
DAN PENANGANAN MOW
KOMPLIKASI
|
PENANGANAN
|
Infeksi Luka
|
Apabila terlihat
infeksi luka, obati dengan antibiotik.
|
Demam pascaoperasi ( > 38 oC)
|
Obati infeksi
berdasarkan apa yang ditemukan
|
Luka pada kandung kemih. Intestinal
(jarang terjadi).
|
Mengacu ke
tingkat asuhan yang tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui
sewaktu operasi, lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pasca operasi,
dirujuk kerumah sakit yang tepat bila perlu.
|
Hematoma (subkutan)
|
Gunakan pack
yang hangat dan lembab ditempat tersebut.
|
Emboli gas yang dilakukan oleh
laparoskopi (sangat jarang terjadi)
|
Ajurkan ke
tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensif, termasuk cairan
intravena, resusitasi cardiopulmonary dan tindakan penunjang kehidupan
lainnya.
|
Rasa sakit pada lokasi pembedahan
|
Pastikan adanya
infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
|
Perdarahan superficial (tepi tepi
kulit atau subkutan)
|
Mengontrol
perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
|