LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
A. DEFINISI
§ Diare atau penyakit diare (Diarrheal
disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi” yang berarti
mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
§
Diare adalah
peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air
dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat menjadi
masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare
yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi
yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)
§ Diare
adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10
g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
§
Diare adalah
buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
§ Diare
merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan
oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia
terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan
20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan
dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis
(Wong, 2009).
§ Terdapat beberapa pendapat tentang
definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu
keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak
Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih
banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah
penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)
(Sinthamurniwaty, 2006).
§ Menurut
Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
§ Menurut
World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu
3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita,
terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3
episode diare berat (Simatupang, 2004).
§
Di Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih
dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak,
frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)
§
Diare adalah
suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare
terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau
kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya
pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
§ Diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
§ Menurut
Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun,
yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan
berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005)
diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut
biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda
tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a.
Diare akut, yaitu
diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b.
Disentri, yaitu
diare yang disertai dengan darah.
c.
Diare persisten,
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d.
Diare yang disertai
dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a.
Akut apabila kurang
dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih dari 90%
penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan
muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan,
intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b.
Kronik jika
berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang
kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat
dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau
lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu
makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2
detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak
kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami
takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang
menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat
cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
(≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab
diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan
penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :
§ Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada
manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6,
dan 7 didapati hanya pada hewan.
§ Norwalk virus : terdapat pada semua usia,
umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat
juga terjadi penularan person to person.
§ Astrovirus, didapati pada anak dan
dewasa
§ Adenovirus (type 40, 41)
§ Small bowel structured virus
§ Cytomegalovirus
b. Bakteri :
§ Enterotoxigenic E.coli (ETEC).
Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang
menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin
(heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi
cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
§ Enterophatogenic E.coli (EPEC).
Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke
epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu
permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
§ Enteroaggregative E.coli (EAggEC).
Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan
morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas,
tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
§ Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara
serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella,
EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
§ Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC
memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like
toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak
sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
§ Shigella spp. Shigella menginvasi dan
multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan
timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi
termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai
aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan
Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin
menimbulkan watery diarrhea
§ Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas,
anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang
terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat
menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe
toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin.
Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
§ Vibrio cholerae 01 dan V.choleare
0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan
kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.
§ V.cholerae
melekat
dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT)
dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE)
dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi
cairan kedalam lumen usus.
§ Salmonella
(non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel
epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi
kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa
:
§ Giardia
lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis
masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam
empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi
oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan
endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare
persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah,
dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare
akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai
malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
§ Entamoeba
histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini
bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan
bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi
asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar).
Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai
disentri yang fulminant.
§ Cryptosporidium.
Dinegara
yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak.
Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih
besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery
diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan
sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa
jenis antibiotik.
§ Microsporidium
spp
§ Isospora
belli
§ Cyclospora
cayatanensis
d. Helminths
:
§ Strongyloides
stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
§ Schistosoma
spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus..
§ Capilaria
philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama
jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen.
§ Trichuris
trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan
appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri
abdomen.
2. Secara
klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi,
2002)
a.
Infeksi :
1)
Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli,
Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ
Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus
(Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a)
Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia
Lambia, Balantidium Coli, Crypto Sparidium)
b)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris,
Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi:
karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi:
alergi makanan
d. Keracunan
:
1) Keracunan
bahan-bahan kimia
2) Keracunan
oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad
renik, Algae
b) Ikan,
Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi
/ imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab
lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare |
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran
kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare
biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuna yang
tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa
perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak
memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan
pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari
pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar.
b. Menggunakan
botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman , karena
botol susah dibersihkan
c. Menyimpan
makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu
kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan
air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada
saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
e. Tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak
membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa
tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia.
2. Faktor
penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu
dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak
memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae
b. Kurang
gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada
anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak
diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat
dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi
/Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya
sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung lama
seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak
imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan
mungkin juga berlangsung lama,
e. Segera
Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor
lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan
salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang dominan, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi
bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian
penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono,
1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran
cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi
empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi
tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas
pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses
masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses
pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses
penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan
(digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan
makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir
usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik:
gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga makanan
bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak
(defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana
saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja sebanyak
50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran
gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional
transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat
padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam
saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral,
saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus.
Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali
cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus
mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan
secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur
khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah
bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang
menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan lainnya. Misalnya
bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus
secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan
mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu
sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit
dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi
fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare, maka patofisiologi
diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan
gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus
halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor
lain yang juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam
empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.
Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan
kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena
adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus.
Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam
dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat
mempengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah:
gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus
juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma
Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan
cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung
sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim
saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu
sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan
untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi
sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah
reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus.
Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak
secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat
merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian
menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon
prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek
langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena
pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus
mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di
atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan
isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat
kompleks.
3. Kelainan
tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap
pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan
menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih
telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga
akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada
umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim
laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna
mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian
bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan
fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan rantai atom karbon
yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul inilah
yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare.
Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase)
dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat
terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa
usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya
tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..
PATHWAY DIARE
Pathway Diare
|
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut
Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering
buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram
perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin
output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor
kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun
/ fontanela cekung
m. Kelopak
mata cekung
n. Membran
mukosa kering
2. Manifestasi
klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,
yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat
negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul
penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut
kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali.
3. Gejala
Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi
gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai
dengan lendir ataupun
darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat
yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa
dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan
Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan
elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau
lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2
detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak
kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami
takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang
menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat
cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
(≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Sebagai
akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001 cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan
air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa
Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan asam
basa disebabkan oleh:
1) Previous
Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan,
sebagai defisiensi cairan.
2) Nomial
Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant
Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
4) Intake
yang
kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau muntah.
Kekurangan
cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran
usus yang berlebihan
a) Sekresi
yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya
penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya kontak
makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus maupun
kerusakan mukosa usus.
c) Difusi
cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam
lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi
reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena
virus Rota)
2) Masukan
cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan
makan (minuman)
d) Keluaran
yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
b. Gangguan
gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran
berlebihan)
Gangguan
gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
1) Masukan
makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau
dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan.
Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan.
2) Gangguan
absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro maupun
makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang
kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga
kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun
yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral
trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan
permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri
tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi
karbohidrat
(2) Dekonjugasi
empedu.
Kerusakan
mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan kemudian
terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan berkurangnya
permukaan mukosa usus.
Selama
diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak
akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan
walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen
hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada
umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin,
pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak
peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron,
hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan
jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi
peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan
nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja.
4) Kehilangan
langsung
Kehilangan
protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita
kolera dan diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas
dapat disimpulkan bahwa diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi
penderita.
c. Perubahan
ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya
disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan
pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya
hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan
hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya.
Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan
keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus.
Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu
sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan
mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai dengan gangguan
mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh kerusakan mukosa
usus maupun perubaban ekologi isi usus.
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al,
2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka
dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan,
2001; Soewondo,
2002; Thielman &
Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah
komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita
gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.
Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti
diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati
akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya
setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre,
20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis
untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah
penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia
spp
Menurut SPM Kesehatan
Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare
yaitu:
§ Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis
metabolic
§ Syok
§ Kejang
§ Sepsis
§ Gagal Ginjal Akut
§ Ileus Paralitik
§ Malnutrisi
§ Gangguan tumbuh kembang
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare
adalah sebagai berikut :
1. Lekosit
Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik.
Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan
pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien
dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak
biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang
sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume
Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare
tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur
Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan
proses malabsorbstif.
4. Lemak
Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak
orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False
negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk
mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi
yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder
atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas
Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare
sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses
normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm.
Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer
(asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari
degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai
pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu
tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic
gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya
menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu
diare osmotic.
6. Pemeriksaan
parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika
pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan
modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan
darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin
time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12,
asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi
menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa,
atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan
kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah
jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit
mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes
Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa
seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin
(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary
5-HIAA (carcinoid syndrome).
9. Diare
Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses
dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses
terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.
Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti
MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Pemeriksaan
Penunjang Lain
1. Biopsi Usus Halus
Biopsi
usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan
yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap
absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan
keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan
ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik, melanosis
coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan
yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu ayng
terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa
keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6
jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus
melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube
dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui
pemeriksaan imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain
abdominal dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal
aatas atau enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease,
Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD.
Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi
akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus
halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium
Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis
atau endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit
Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai
Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test:
Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus halus bagian proksimal,
Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4 gram
urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal
insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath
Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen
Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6
jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas.
Membedakan defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian enzim
pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.
b.
Test Menilai Fungsi
pancreas
1) Schiling
test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan B12
sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas
berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO)
dengan isotop yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic.
Pada insufisiensi pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test
Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau sekretin
atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan pancreas
diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas
spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah
distimulasi menunjukkan insufisiensi pancreas.
c.
Test Menilai
Pertumbuhan Bakreri
Kultur
bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum proksimal
kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian ddiaspirasi.
Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.
I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan
pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku
Sehat
a. Pemberian ASI
ASI
adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak
ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI
bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme
lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara
penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi
harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan
lain (proses menyapih).
ASI
mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian
makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan
makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik
meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada
beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika
anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan
setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x
sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke
dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu,
telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke
dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan
makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan
sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan
kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk
ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang
dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih
kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko
terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi
air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang
harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang
bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih
dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak
sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan
peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan
yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman
di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak
yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di
jamban.
Yang
harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang
berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang
air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak
orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang
harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan
buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat
yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat
untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang
air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian
imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah
imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan
Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat
bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya
penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus
tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah
merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti
lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat
penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus
disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat
penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah
ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air
limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah
yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara
rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
J.
PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada
balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan
satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi
akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan
Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik
bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak
bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus.
Derajat
dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda
diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
§ Keadaan Umum : baik
§ Mata : Normal
§ Rasa haus : Normal, minum biasa
§ Turgor kulit : kembali cepat
Dosis
oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
§ Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
§ Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
§ Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare
dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
§ Keadaan Umum : Gelisah, rewel
§ Mata : Cekung
§ Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
§ Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi
berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
§ Keadaan Umum : Lesu,
lunglai, atau tidak sadar
§ Mata :
Cekung
§ Rasa haus :
Tidak bisa minum atau malas minum
§ Turgor kulit :
Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
ORALIT |
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan
salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim
INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat
selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian diare.
Pemberian Zinc
selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di
Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare
sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
§ Umur < 6 bulan : ½ tablet
( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
§ Umur > 6 bulan : 1 tablet
( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah
larut berikan pada anak diare.
ZINK |
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian
makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas
indikasi
Antibiotika
tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti
diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti
tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat.
Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,
bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat
fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau
pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
§ Diare lebih sering
§ Muntah berulang
§ Sangat haus
§ Makan/minum sedikit
§ Timbul demam
§ Tinja berdarah
§ Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM
Kesehatan Anak RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi
cairan dan elektrolit
a. Rencana
Pengobatan A, digunakan untuk :
§ Mengatasi
diare tanpa dehidrasi
§ Meneruskan
terapi diare di rumah
§ Memberikan
terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar
rencana Pengobatan A :
1) Berikan
lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit, makanan
cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per
kelompok umur
Umur
|
Ddiberikan Setiap Bab
|
Yang Disediakan
|
< 12 bulan
|
50-100 ml
|
400 ml / hari (2 bungkus)
|
1-4 tahun
|
100-200 ml
|
600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
|
> 5 tahun
|
200-300 ml
|
800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
|
Dewasa
|
300-400 ml
|
1.200-2.800 ml / hari
|
Cara memberikan oralit :
o
Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk
anak < 2 tahun
o
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak
lebih tua
o
Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian
berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh tiap 1-2 menit)
o
Bila diare belanjut setelah bungkus oralit
habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain atau kembali ke petugas untuk
mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri
anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
o
Teruskan pemberian ASI
o
Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan
makanan padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding
selama 2 hari.
o
Bila anak > / = 6 bulan atau telah
mendapat makanan padat :
-
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya,
bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau
2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
-
Berikan sari buah segar atau pisang halus
untuk menambah kalium
-
Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6
kali sehari
-
Berikan makanan yang sama setelah diare
berhenti dan berikan makanan tambahan
setiap hari selama 2 minggu.
-
Bawa anak kepada petugas bila anak tidak
membaik selama 3 hari atau anak mengalami : bab sering kali, muntah berulang,
sangat haus sekali, makan minum sedikit, demam, tinja berdarah
b. Rencana
Pengobatan B
§ Dehidrasi
tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam
pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan
dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur
|
< 1 tahun
|
1-5 tahun
|
> 5tahun
|
Dewasa
|
Jumlah oralit
|
300 ml
|
600 ml
|
1.200 ml
|
2.400 ml
|
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian
pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan :
§ Bila
tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
§ Bila
ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah
seperti rencana A
§ Bila
dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana
Pengobatan C
§ Dehidrasi
berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan
yang hanya mengandung glukosa tidak boleh diberikan).
Umur
|
30 ml/kg BB
|
70 ml/kg BB
|
< 12 bulan
|
1 jam pertama
|
5 jam kemudian
|
> 1 tahun
|
½ jam pertama
|
21/2 jam kemudian
|
Rehidrasi parenteral :
§ RL
atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
§ D1/4S
atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
§ D1/2S
atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
§ Ulangi
bila nadi masih lemah atau tidak teraba
§ Nilai
kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
§ Juga
berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
§ Setelah
3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B,
C untuk melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat
anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat
anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik
hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia
(Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak boleh
lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia
(Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia
(K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10 menit
sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia
(K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
K.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi
pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar.
Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari
3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB
warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah
mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada
anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran
panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala,
lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum :
klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala :
ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung,
kering, sangat cekung
e. Sistem
pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum
lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem
Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem
kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor
menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin
(waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem
perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak
hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai / kebun, personal hygiene ?,
sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola
nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman terakhir
yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan, alergi,
minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan, efek samping obat, jumlah
cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?
c. Pola
eleminasi
a. Bab
: frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak
: frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola
aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola
tidur dan istirahat
f. Pola
kognitif dan perceptual
g. Pola
toleransi dan koping stress
h. Pola
nilai dan keyakinan
i. Pola
hubungan dan peran
j. Pola
persepsi diri dan konsep diri
i. Pola
seksual dan reproduksi
DIARE |
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare
b.d factor psikologis (tingkat stress
dan cemas tinggi), faktor situasional ( keracunan, penyalahgunaan
laksatif, pemberian makanan melalui
selang efek samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis
(inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi
b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
4. PK :
Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas
orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut
b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang
pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi,
tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko
kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan
cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola
nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
M.
PERENCANAAN
KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEP
|
NOC / TUJUAN
|
NIC / INTERVENSI
|
1.
|
Diare b.d faktor psiko-logis
(stress, cemas), faktor situasional (kera-cunan, kontaminasi, pem-berian
makanan melalui selang, penyalahgunaan laksatif, efek samping obat,
travelling, malab-sorbsi, proses infeksi, parasit, iritasi)
Batasan karakteristik :
-
Bab > 3
x/hari
-
Konsistensi
encer / cair
-
Suara usus
hiperaktif
-
Nyeri perut
-
Kram
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama … X 24 jam pasien tidak me-ngalami diare / diare berkurang,
dengan criteria :
Bowel Elemination (0501)
-
Frekuensi bab
normal < 3 kali / hari
-
Konsistensi
feses normal (lunak dan berbentuk)
-
Gerakan usus
tidak me-ningkat (terjadi tiap 10 -30 detik)
-
Warna feses
normal
-
Tidak ada
lendir, darah
-
Tidak ada
nyeri
-
Tidak ada
diare
-
Tidak
ada kram
-
Gambaran
peristaltic tidak tampak
-
Bau fese
normal (tidak amis, bau busuk)
|
Manajemen Diare (0460)
1.
Identifikasi
faktor yang mungkin me-nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan, selang
makanan, dll )
2.
Evaluasi efek
samping obat
3.
Ajari pasien
menggunakan obat diare dengan tepat (smekta diberikan 1-2 jam setelah minum obat yang lain)
4.
Anjurkan
pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume, frekuensi, bau, konsistensi
feses.
5.
Dorong klien
makan sedikit tapi sering (tambah secara bertahap)
6.
Anjurkan
klien menghindari makanan yang berbumbu dan menghasilkan gas.
7.
Sarankan
klien untuk menghindari ma-kanan yang banyak mengandung laktosa.
8.
Monitor tanda
dan gejala diare
9.
Anjurkan
klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episode diare
10.
Observasi
turgor kulit secara teratur
11.
Monitor area
kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulserasi
12.
Ukur diare /
keluaran isi usus
13.
Timbang Berat
Badan secara teratur
14.
Konsultasikan
dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
15.
Kolaborasi
dokter jika ada peningkatan suara usus
16.
Kolaborasi
dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
17.
Anjurkan diet
rendah serat
18.
Anjurkan
untuk menghindari laksatif
19.
Ajari klien /
keluarga bagaimana meme-lihara catatan
makanan
20.
Ajari klien
teknik mengurangi stress
21.
Monitor
keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi (1100)
1.
Hindari
makanan yang membuat alergi
2.
Hindari
makanan yang tidak bisa di-toleransi
oleh klien
3.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan jenis makanan yang
dibutuhkan
4.
Berikan
makanan secara selektif
5.
Berikan buah
segar (pisang) atau jus buah
6.
Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan kien dan ba-gaimana
cara makannya
Bowel Incontinence Care (0410)
1.
Tentukan
faktor fisik atau psikis yang menyebabkan diare.
2.
Terangkan
penyebab masalah dan alasan dilakukan tindakan.
3.
Diskusikan
prosedur dan hasil yang diharapkan dengan klien / keluarga
4.
Anjurkan
klien / keluarga untuk mencatat
keluaran feses
5.
Cuci area
perianal dengan sabun dan air dan keringkan setiap setelah habis bab
6.
Gunakan cream di area perianal
7.
Jaga tempat
tidur selalu bersih dan kering
Perawatan Perineal (1750)
1.
Bersihkan
secara teratur dengan teknik aseptik
2.
Jaga daerah
perineum selalu kering
3.
Pertahankan
klien pada posisi yang nyaman
4.
Berikan obat
anti nyeri / inflamasi dengan tepat
|
2.
|
Hipertermi b.d dehidrasi,
peningkatan metabolik, inflamasi usus
Batasan karakteristik :
-
Suhu tubuh
> normal
-
Kejang
-
Takikardi
-
Respirasi
meningkat
-
Diraba hangat
-
Kulit memerah
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama … X 24 jam suhu badan klien normal, dengan criteria :
Termoregulasi
(0800)
-
Suhu kulit
normal
-
Suhu badan
35,9˚C- 37,3˚C
-
Tidak ada
sakit kepala
-
Tidak ada
nyeri otot
-
Tidak ada
perubahan war-na kulit
-
Nadi,
respirasi dalam ba-tas normal
-
Hidrasi
adekuat
-
Pasien
menyatakan nya-man
-
Tidak
menggigil
-
Tidak
iritabel / gragapan / kejang
|
Pengaturan
Panas (3900)
1.
Monitor suhu
sesuai kebutuhan
2.
Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
3.
Monitor suhu
dan warna kulit
4.
Monitor dan
laporkan tanda dan gejala hipertermi
5.
Anjurkan
intake cairan dan nutrisi yang adekuat
6.
Ajarkan klien
bagaimana mencegah panas yang tinggi
7.
Berikan obat
antipiretik
8.
Berikan
obat untuk mencegah atau
mengontrol menggigil
Pengobatan
Panas (3740)
1.
Monitor suhu
sesuai kebutuhan
2.
Monitor IWL
3.
Monitor suhu
dan warna kulit
4.
Monitor
tekanan darah, nadi dan respirasi
5.
Monitor
derajat penurunan kesadaran
6.
Monitor
kemampuan aktivitas
7.
Monitor
leukosit, hematokrit
8.
Monitor
intake dan output
9.
Monitor
adanya aritmia jantung
10.
Dorong
peningkatan intake cairan
11.
Berikan
cairan intravena
12.
Tingkatkan
sirkulasi udara dengan kipas angin
13.
Dorong atau
lakukan oral hygiene
14.
Berikan obat
antipiretik untuk mencegah pasien menggigil / kejang
15.
Berikan obat
antibiotic untuk mengobati penyebab demam
16.
Berikan oksigen
17.
Kompres
dingin diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan 39˚C atau lebih
18.
Kompres
hangat diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan < 39˚C
19.
Anjurkan
klien untuk tidak memakai selimut
20.
Anjurkan
klien memakai baju berbahan dingin,
tipis dan menyerap keringat
Manajemen
Lingkungan (6480)
1.
Berikan
ruangan sendiri sesuai indikasi
2.
Berikan
tempat tidur dan kain / linen yang bersih
dan nyaman
3.
Batasi
pengunjung
Mengontrol
Infeksi (6540)
1.
Anjurkan
klien untuk mencuci tangan sebelum makan
2.
Gunakan sabun
untuk mencuci tangan
3.
Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
perawatan
4.
Ganti tempat
infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP
5.
Berikan
perawatan kulit di area yang odem
6.
Dorong klien
untuk cukup istirahat
7.
Lakukan
pemasangan infus dengan teknik aseptik
8.
Anjurkan
koien minum antibiotik sesuai advis dokter
|
3.
|
Kekurangan volume ca-iran b.d intake kurang, kehilangan volume cairan
aktif, kegagalan dalam mekanisme pengaturan
Batasan karakteristik :
-
Kelemahan
-
Haus
-
Penurunan
turgor kulit
-
Membran mucus
/ kulit kering
-
Nadi
meningkat, te-kanan darah menu-run,
tekanan nadi menurun
-
Penurunan
pengisian kapiler
-
Perubahan
status mental
-
Penurunan
urin out-put
-
Peningkatan
konsen-trasi urin
-
Peningkatan
suhu tubuh
-
Hematokrit
mening-kat
-
Kehilangan
berat ba-dan mendadak.
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama … X 24 jam
kebutuhan cairan dan elektrolit
adekuat, dengan kriteria :
Hidrasi (0602)
-
Hidrasi kulit
adekuat
-
Tekanan darah
dalam ba-tas normal
-
Nadi teraba
-
Membran
mukosa lembab
-
Turgor kulit
normal
-
Berat badan
stabil dan dalam batas normal
-
Kelopak mata
tidak ce-kung
-
Fontanela
tidak cekung
-
Urin output
normal
-
Tidak demam
-
Tidak ada
rasa haus yang sangat
-
Tidak ada
napas pendek / kusmaul
Balance Cairan (0601)
-
Tekanan darah
normal
-
Nadi perifer
teraba
-
Tidak terjadi
ortostatik hypotension
-
Intake-output
seimbang dalam 24 jam
-
Serum,
elektrolit dalam batas normal.
-
Hmt dalam
batas normal
-
Tidak ada
suara napas tambahan
-
BB stabil
-
Tidak ada
asites, edema perifer
-
Tidak ada distensi vena leher
-
Mata tidak
cekung
-
Tidak bingung
-
Rasa haus
tidak berlebih-an
-
Membrane
mukosa lem-bab
-
Hidrasi kulit
adekuat
|
M Monitor Cairan (4130)
1.
Tentukan
riwayat jenis dan banyaknya intake cairan dan kebiasaan eleminasi
2.
Tentukan
faktor resiko yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan (hipertermi,
diu-retik, kelainan ginjal, muntah, poliuri, diare, diaporesis, terpapar
panas, infeksi)
3.
Menimbang BB
secara teratur
4.
Monitor vital
sign
5.
Monitor
intake dan output
6.
Periksa
serum, elektrolit dan membatasi cairan
bila diperlukan
7.
Jaga
keakuratan catatan intake dan output
8.
Monitor
membrane mukosa, turgor kulit dan
rasa haus
9.
Monitor warna
dan jumlah urin
10.
Monitor
distensi vena leher, krakles, odem
perifer dan peningkatan berat badan.
11.
Monitor akses
intravena
12.
Monitor tanda dan gejala asites
13.
Catat adanya
vertigo
14.
Pertahankan
aliran infuse sesua advis dokter
Manajemen
Cairan (4120)
1.
Timbang berat
badan dan monitor ke-cenderungannya.
2.
Timbang popok
3.
Pertahankan
keakuratan catatan intake dan output
4.
Pasang
kateter bila perlu
5.
Monitor
status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, denyut nadi, tekanan darah)
6.
Monitor vital
sign
7.
Monitor
tanda-tanda overhidrasi / ke-lebihan cairan (krakles, edema perifer, distensi
vena leher, asites, edema pulmo)
8.
Berikan
cairan intravena
9.
Monitor
status nutrisi
10.
Berikan intake
oral selama 24 jam
11.
Berikan
cairan dengan selang (NGT) bila perlu
12.
Monitor respon pasien terhadap terapi
elektrolit
13.
Kolaborasi
dokter jika ada tanda dan gejala kelebihan cairan
Manajemen
Hipovolemia (4180)
1.
Monitor
status cairan intake dan output
2.
Pertahankan
patensi akses intravena
3.
Monitor Hb
dan Hct
4.
Monitor
kehilangan cairan (muntah dan diare)
5.
Monitor tanda
vital
6.
Monitor
respon pasien terhadap perubahan cairan
7.
Berikan
cairan isotonic / kristaloid (Na-Cl, RL, Asering) untuk
rehidrasi eks-traseluler
8.
Monitor
tempat tusukan intravena dari tanda infiltrasi atau infeksi
9.
Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
10.
Anjurkan
klien untuk menghindari meng-ubah
posisi dengan cepat, dari tidur ke duduk atau berdiri
11.
Monitor berat
badan secara teratur
12.
Monitor
tanda-tanda dehidrasi ( turgor kulit
menurun, pengisian kapiler lambat, membrane mukosa kering, urin output
menurun, hipotensi, rasa haus meningkat, nadi lemah.
13.
Dorong intake
oral (distribusikan cairan selama 24
jam dan beri cairan diantara waktu makan)
14.
Pertahankan
aliran infus
15.
Posisi pasien
Trendelenburg / kaki elevasi lebih tinggi dari kepala ketika hipotensi jika
perlu
Monitoring
Elektrolit (2020)
1.
Monitor
elektrolit serum
2.
Kolaborasi
dokter jika ada ketidak-seimbangan elektrolit
3.
Monitor tanda
dan gejala ketidak-seimbangan elektrolit (kejang, kram perut, tremor, mual
dan muntah, letargi, cemas, bingung, disorientasi, kram otot, nyeri tulang,
depresi pernapasan, gangguan ira-ma jantung,
penurunan kesadaran : apa-tis,
coma)
Manajemen
Elektrolit (2000)
1.
Pertahankan
cairan infuse yang me-ngandung elektrolit
2.
Monitor
kehilangan elektrolit lewat suc-tion nasogastrik, diare, diaporesis
3.
Bilas NGT
dengan normal salin
4.
Berikan diet
makanan yang kaya kalium
5.
Berikan
lingkungan yang aman bagi klien yang mengalami gangguan neurologis atau
neuromuskuler
6.
Ajari klien
dan keluarga tentang tipe, penyebab, dan pengobatan ketidakse-imbangan
elektrolit
7.
Kolaborasi
dokter bila tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit menetap.
8.
Monitor
respon klien terhadap terapi elektrolit
9.
Monitor efek
samping pemberian su-plemen elektrolit.
10.
Kolaborasi
dokter pemberian obat yang mengandung
elektrolit (aldakton, kalsium glukonas, Kcl).
11.
Berikan
suplemen elektrolit baik lewat oral,
NGT, atau infus sesuai advis dokter
|
4.
|
PK: Syok hipovolemia b.d dehidrasi
|
Setelah dilakukan tindak-an /
penanganan selama 1 jam diharapkan klien mempunyai perfusi yang
adekuat, dengan criteria :
Kriteria hasil :
-
Amplitudo
nadi perifer meningkat
-
Pengisian
kapiler singkat (< 2 detik)
-
Tekanan darah
dalam rentang normal
-
CVP > atau
= 5 cm H2O
-
Frekuensi
jantung teratur
-
Berorientasi
terhadap waktu, tempat, dan orang
-
Keluaran urin
> atau = 30 ml/jam
-
Akral hangat
-
Nadi teraba
-
Membran
mukosa lembab
-
Turgor kulit
normal
-
Berat badan
stabil dan dalam batas normal
-
Kelopak mata
tidak cekung
-
Tidak demam
-
Tidak ada
rasa haus yang sangat
-
Tidak ada
napas pen-dek /kusmaul
|
1.
Kaji dan
catat status perfusi perifer. Laporkan temuan bermakna : ekstremitas dingin
dan pucat, penurunan amplitude nadi, pengisian kapiler lambat.
2.
Pantau
tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20
mmHg di bawah rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi :
pusing, perubahan mental, keluaran urin menurun.
3.
Bila
hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang untuk meningkatkan
aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan darah > atau = 80/60 mmHg untuk
perfusi koroner dan arteri ginjal yang adekuat.
4.
Pantau CVp
(bila jalur dipasang) untuk menentukan keadekuatan aliran balik vena dan
volume darah; 5-10 cm H2O biasanya
dianggap rentang yang adekuat. Nilai mendekati 0 menunjukkan hipovolemia,
khususnya bila terkait dengan keluaran urin menurun, vasokonstriksi, dan
peningkatan frekuensi jantung yang ditemukan pada hipovolemia.
5.
Observasi
terhadap indicator perfusi serebral menurun : gelisah, konfusi, penurunan
tingkat kesadaran. Bila indicator positif terjadi, lindungi klien dari cidera
dengan meninggikan pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pada
posisi paling rendah. Reorientasikan klien sesuai indikasi.
6.
Pantau
terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, frekuensi
jantung tidak teratur.
7.
Pantau hasil
laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl)
meninggi ; laporkan peningkatan.
8.
Pantau nilai
elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan , terutama Natrium (>147
mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan
otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda
hipernatremia, retensi cairan dan edema.
9.
Berikan
cairan sesuai program untuk meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah
cairan tergantung pada jenis syok dan situasi klinis klien : RL, Asering
10.
Siapkan untuk
pemindahan klien ke ICU/PICU
|
5
|
Takut b.d tindakan inva-sif,
hospitalisasi, penga-laman lingkungan yang kurang bersahabat. (00148)
Batasan karakteristik :
-
Panik
-
Teror
-
Perilaku
menghindar atau menyerang
-
Impulsif
-
Nadi, respirasi,
TD sistolik meningkat
-
Anoreksia
-
Mual, muntah
-
Pucat
-
Stimulus
sebagai an-caman
-
Lelah
-
Otot tegang
-
Keringat
meningkat
-
Gempar
-
Ketegangan
mening-kat
-
Menyatakan
takut
-
Menangis
-
Protes
-
Melarikan
diri
|
Setelah dilakukan tindak-an
keperawatan selama … X 24 jam rasa takut klien berkurang, dengan criteria :
Fear control
(1404) :
-
Klien tidak
menyerang atau menghindari sumber yang menakutkan
-
Klien
menggunakan tek-nik relaksasi untuk me-ngurangi takut
-
Klien mampu
mengontrol respon takut
-
Klien tidak
melarikan diri
-
Durasi takut
menurun
-
Klien
kooperatif saat di-lakukan perawatan dan pengobatan
Anxiety
control (1402)
-
Tidur pasien
adekuat
-
Tidak ada
manifestasi fisik
-
Tidak ada
manifestasi perilaku
-
Klien mau
berinteraksi sosial
|
Coping
enhancement (5230)
1.
Kaji respon
takut pasien : data objektif dan subyektif
2.
Jelaskan
klien / keluarga tentang proses penyakit
3.
Terangkan
klien / keluarga tentang semua pemeriksaan
dan pengobatan
4.
Sampaikan
sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan, mengijinkan mena-ngis, berbicara
dll)
5.
Dorong orang
tua untuk selalu menemani anak
6.
Berikan
pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
7.
Dorong klien
untuk melakukan aktifitas sosial dan komunitas
8.
Dorong
penggunaan sumber spiritual
Anxiety Reduction (5820)
1.
Jelaskan
semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin dialami selama menjalani
prosedur
2.
Berikan objek
yang memberikan rasa aman
3.
Berbicara
dengan pelan dan tenang
4.
Membina
hubungan saling percaya
5.
Jaga
peralatan pengobatan di luar penglihatan klien
6.
Dengarkan
klien dengan penuh perhatian
7.
Dorong klien mengungkapkan perasaan,
persepsi dan takut secara verbal
8.
Berikan
aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk mengurangi ketegangan
9.
Anjurkan
klien menggunakan teknik relaksasi
10.
Anjurkan
orang tua untuk membawakan mainan kesukaan dari rumah
11.
Mengusahakan
untuk tidak mengulang pengambilan darah
12.
Libatkan
orang tua dalam perawatan dan pengobatan
13.
Berikan
lingkungan yang tenang
14.
Batasi
pengunjung
|
6.
|
Cemas orang tua b.d
perkembangan penyakit anaknya (diare,
muntah, panas, kembung)
Batasan karakteristik :
-
Orang tua
sering bertanya
-
Orang tua
meng-ungkapkan perasaan cemas
-
Khawatir
-
Kewaspadaan
me-ningkat
-
Mudah
tersinggung
-
Gelisah
-
Wajah tegang,
me-merah
-
Kecenderungan
me-nyalahkan orang lain
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama … X per-temuan kecemasan orang tua
berkurang, dengan criteria:
Anxiety
control (1402)
-
Tidur adekuat
-
Tidak ada
manifestasi fisik
-
Tidak ada
manifestasi perilaku
-
Mencari
informasi untuk mengurangi cemas
-
Menggunakan
teknik re-laksasi untuk mengurangi cemas
-
Berinteraksi
sosial
Aggression
Control (1401)
-
Menghindari
kata yang meledak-ledak
-
Menghindari
perilaku yang merusak
-
Mampu
mengontrol ung-kapan verbal
Coping (1302)
-
Mampu
mengidentifikasi pola koping yang efektif dan tidak efektif
-
Mampu
mengontrol ver-bal
-
Melaporkan
stress / ce-masnya berkurang
-
Mengungkapkan
mene-rima keadaan
-
Mencari
informasi ber-kaitan dengan penyakit dan pengobatan
-
Memanfaatkan
dukungan social
-
Melaporkan
penurunan stres fisik
-
Melaporkan
peningkatan kenyamanan psikisnya
-
Mengungkapkan
membu-tuhkan bantuan
-
Melaporkan
perasaan ne-gatifnya berkurang
-
Menggunakan
strategi ko-ping efektif
|
Coping
enhancement (5230)
1.
Kaji respon
cemas orang tua
2.
Jelaskan orang
tua tentang proses penyakit anaknya
3.
Bantu orang
tua untuk mengenali penyebab diare.
4.
Terangkan
orang tua tentang prosedur pemeriksaan dan pengobatan
5.
Beritahu dan
jelaskan setiap perkem-bangan penyakit anaknya
6.
Dorong
penggunaan sumber spiritual
Anxiety
Reduction (5820)
1
Jelaskan
semua prosedur termasuk pera-saan yang mungkin dialami selama men-jalani
prosedur
2
Berikan objek
yang dapat memberikan ra-sa aman
3
Berbicara
dengan pelan dan tenang
4
Membina
hubungan saling percaya
5
Dengarkan dengan penuh perhatian
6
Ciptakan
suasana saling percaya
7
Dorong orang
tua mengungkapkan pera-saan, persepsi dan cemas secara verbal
8
Berikan
peralatan / aktivitas yang meng-hibur
untuk mengurangi ketegangan
9
Anjurkan
untuk menggunakan teknik re-laksasi
10
Berikan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
|
7
|
Kurang pengetahuan kli-en / orang
tua tentang diare b.d kurang informa-si, keterbatasan kognisi, tak familier
dengan sum-ber informasi.
Batasan Karakteristik :
-
Mengungkapkan
ma-salah
-
Tidak tepat
mengiku-ti perintah
-
Tingkah laku
yang berlebihan (histeris, bermusuhan, agitasi, apatis)
|
Setelah
dilakukan penjelasan selama … X pertemuan klien / orang tua mengetahui dan
memahami tentang penya-kitnya, dengan criteria :
Knowledge
: Disease Process (1803) :
-
Mengetahui jenis / nama penyakitnya
-
Mampu
menjelaskan pro-ses penyakit
-
Mampu
menjelaskan fak-tor resiko
-
Mampu
menjelaskan efek penyakit
-
Mampu
menjelaskan tan-da dan gejala penyakit
-
Mampu
menjelaskan komplikasi
-
Mampu
menjelaskan ba-gaimana mencegah kom-plikasi
Knowledge
: Health be-havors (1805)
-
Mampu
menjelaskan pola nutisi yang sehat
-
Mampu
menjelaskan ak-tifitas yang bermanfaat
-
Mampu
menjelaskan cara pencegahan diare
-
Mampu
menjelaskan tek-nik manajemen stress
-
Mampu
menjelaskan efek zat kimia
-
Mampu
menjelaskan ba-gaimana mengurangi re-siko sakit
-
Mampu
menjelaskan ba-gaimana menghindari lingkungan yang berba-haya (sanitasi kurang)
-
Mampu
menjelaskan cara pemakaian obat sesuai resep
|
Teaching : Disease Process (5602)
1.
Berikan
penilaian tentang tingkat pengetahuan klien / orang tua tentang proses
penyakitnya
2.
Jelaskan
patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhubungan dengan ana-tomi dan
fisiologi dengan cara yang sesuai.
3.
Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada diare dengan cara yang sesuai
4.
Gambarkan
proses penyakit diare dengan cara yang sesuai
5.
Identifikasi
kemungkinan penyebab de-ngan cara yang tepat
6.
Bantu klien /
orang tua mengenali faktor penyebab diare
7.
Berikan
informasi upaya-upaya mencegah diare : selalu merebus air minum, mencuci
tangan sebelum makan, tidak makan di sembarang tempat, merebus dot / botol
susu sebelum digunakan, memperhatikan kebersihan lingkungan dll
8.
Berikan
informasi pada klien / orang tua tentang kondisi / perkembangan kesehatan
dengan tepat
9.
Sediakan
informasi tentang pengukuran diagnostik yang tersedia
10.
Diskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
11.
Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan
12.
Gambarkan
pilihan rasional rekomendasi manajemen terapi / penanganan
13.
Dukung klien/
orang tua untuk meng-eksplorasikan atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat
14.
Eksplorasi
kemungkinan sumber atau dukungan dengan cara yang tepat
15.
Instruksikan
klien / orang tua mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan
16.
Kuatkan
informasi yang disediakan tim kesehatan yang lain dengan cara yang tepat
Teaching Procedur / Treatment
(5618)
1.
Informasikan
kepada klien dan orang tua kapan prosedur pengobatan akan di-laksanakan
2.
Informasikan
seberapa lama prosedur pengobatan akan dilakukan
3.
Informasikan
tentang peralatan yang akan digunakan dalam pengobatan
4.
Informasikan
kepada orang tua siapa yang akan melakukan prosedur pengobatan
5.
Jelaskan
tujuan dan alasan dilakukan prosedur pengobatan
6.
Anjurkan
kepada klien untuk kooperatif saat dilakukan prosedur pengobatan
7.
Jelaskan
tentang perasaan yang mungkin akan dialami selama dilakukan prosedur
pengobatan
|
8.
|
Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
Batasan karakteristik :
-
Penurunan
tekanan inspirasi / ekspirasi
-
Penurunan
ventilasi per menit
-
Penggunaan
otot na-fas tambahan
-
Pernafasan
nasal fla-ring
-
Dispneu
-
Ortopneu
-
Penyimpangan
dada
-
Nafas pendek
-
Posisi tubuh
menun-jukkan posisi 3 poin
-
Nafas
pursed-lip (de-ngan bibir)
-
Ekspirasi
memanjang
-
Peningkatan
diame-ter anterior-posterior
-
Frekuensi
nafas
Ø Bayi : < 25 atau > 60
Ø 1-4 th : < 20
atau > 30
Ø 5-14 th : < 14 atau > 25
Ø > 14 th : < 11 atau
> 24
-
Kedalaman
nafas
Ø Volume tidal de-wasa saat istira-hat 500 ml
Ø Volume tidal ba-yi 6-8 ml/kg BB
-
Penurunan
kapasitas vital
-
Timing rasio
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama … X 24 jam pola nafas
efektif, dengan criteria :
Respiratory status : Airway patency (0410) :
-
Suara napas
bersih
-
Tidak ada
sianosis
-
Tidak sesak
napas
-
Irama napas
dan frekuensi napas dalam rentang nor-mal
-
Pasien tidak
merasa ter-cekik
-
Tidak ada
sianosis
-
Tidak gelisah
-
Sputum
berkurang
Respiratory status : ventilation (0403)
-
Respirasi
dalam rentang normal
-
Ritme dalam
batas normal
-
Ekspansi dada
simetris
-
Tidak ada
sputum di jalan napas
-
Tidak ada
penggunaan otot-otot tambahan
-
Tidak ada
retraksi dada
-
Tidak
ditemukan dispneu
-
Dispneu saat
aktivitas ti-dak ditemukan
-
Napas
pendek-pendek ti-dak ditemukan
-
Tidak
ditemukan taktil fremitus
-
Tidak
ditemukan suara napas tambahan
|
Airway
manajemen ( 3140)
1
Buka jalan
napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2
Posisikan
klien untuk memaksimalkan ventilasi
3
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan jalan napas buatan
4
Pasang mayo
bila perlu
5
Lakukan
fisioterapi dada bila perlu
6
Keluarkan
secret dengan batuk atau suction
7
Auskultasi
suara napas , catat adanya suara tambahan
8
Kolaborasi
pemberian bronkodilator bila perlu
9
Monitor
respirasi dan status oksigen
Respirasi
Monitoring (3350)
1
Monitor
rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
2
Catat gerakan
dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi
3
Monitor
crowing, suara ngorok
4
Monitor pola
napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe
5
Dengarkan
suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat
adanya suara tambahan
6
K/p suction
dengan mendengarkan suara ronkhi atau crakles
7
Monitor
peningkatan gelisah, cemas, air hunger
8
Monitor
kemampuan klien untuk batuk efektif
9
Catat
karakteristik dan durasi batuk
10
Monitor
secret di saluran napas
11
Monitor
adanya krepitasi
12
Monitor hasil
roentgen thorak
13
Bebaskan
jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu
14
Resusitasi
bila perlu
15
Berikan
terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau terapi in-halasi)
Cough
Enhancement (3250)
1
Monitor
fungsi paru-paru, kapasitas vital, dan inspirasi maksimal
2
Dorong pasien
melakukan nafas dalam, ditahan 2 detik lalu batuk 2-3 kali
3
Anjurkan
klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan dan ba-tukkan
di akhir ekspirasi
Terapi
Oksigen (3320)
1.
Bersihkan
secret di mulut, hidung dan tra-khea / tenggorokan
2.
Pertahankan
patensi jalan nafas
3.
Jelaskan pada
klien / keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen
4.
Berikan
oksigen sesuai kebutuhan
5.
Pilih
peralatan sesuai kebutuhan : kanul
nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10 l/mnt,
dll
6.
Monitor
aliran oksigen
7.
Monitor
selang oksigen
8.
Cek secara
periodik selang oksigen, air humidifier, aliran oksigen
9.
Observasi
tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis dll
10.
Monitor tanda
keracunan oksigen
11.
Pertahankan
oksigen selama dalam trans-portasi
12.
Anjurkan
klien / keluarga untuk menga-mati persediaan oksigen, air humidifier, jika
habis laporkan petugas
|
9.
|
Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2, kelemahan
Batasan Karakteristik :
-
Laporan kerja
: kele-lahan dan kelemahan
-
Respon
terhadap akti-vitas menunjukkan na-di dan tekanan darah abnormal
-
Perubahan EKG
me-nunjukkan aritmia / disritmia
-
Dispneu dan
ketidak-nyamanan yang sangat
-
Gelisah
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam, klien
mampu mencapai : activity toleransi ,
dengan indikator :
Activity tolerance (0005)
-
Saturasi oksigen dalam batas normal ketika beraktivitas
-
HR dalam batas normal ketika beraktivitas
-
Respirasi dalam batas normal saat beraktivitas
-
Tekanan darah sistolik dalam batas normal saat
beraktivitas
-
Tekanan darah diastolik dalam batas normal saat
beraktivitas
-
EKG dalam batas normal
-
Warna kulit
-
Usaha
bernafas saat beraktivitas
-
Berjalan di
ruangan
-
Berjalan jauh
-
Naik tangga
-
Kekuatan ADL
-
Kemampuan berbicara saat latihan
|
Activity
therapy (4310)
1 Catat frekuensi jantung irama, perubahan tekanan darah sebelum,
selama, setelah beraktivitas sesuai indikasi
2 Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat
3
Batasi
pengunjung
4
Monitor /
pantau respon emosi, fisik, sosial dan spiritual
5 Jelaskan pola peningkatan aktivitas
secara bertahap
6 Bantu klien mengenal aktivitas dengan
penuh arti
7 Bantu klien mengenal pilihan untuk
baktivitas
8
Bantu klien
mengenal dan memperoleh akal, sumber yang dibutuhkan untuk keinginan
beraktivitas
9 Tentukan kien komitmen untuk
me-ningkatkan frekuensi dan atau
jarak un-tuk aktivitas
10 Kolaborasi yang berhubungan dengan
fisik, terapi rekreasi, pengawasan program aktivitas yang tepat
11 Bantu klien membuat rencana yang khusus untuk
pengalihan aktivitas rutin tiap hari
12 Bantu klien / keluarga mengenal
ke-kurangan mutu aktivitas
13 Latih klien / keluarga mengenai peran
fisik, sosial, spiritual , pengertian aktivitas didalam pemeliharaan
kesehatan
14 Bantu klien / keluarga menyesuaikan
ling-kungan dengan keinginan aktivitas
15 Berikan aktivitas yang meningkatkan
perhatian dalam jangka waktu tertentu
16 Fasilitasi penggantian aktivitas
ketika klien sudah melewati batas waktu, energi dan pergerakan
17 Berikan lingkungan yang tidak berbahaya untuk berjalan sesuai indikasi
18
Berikan
bantuan yang positif untuk partisipasi didalam aktivitas
19
Bantu klien
menghasilkan motivasi sendiri
20 Monitor emosi, fisik, sosial, dan
spiritual dalam aktivitas
21 Bantu klien / keluarga monitor
men-apatkan kemajuan untuk mencapai tujuan
Dysrhythmia
management (4090)
Aktivitas :
1.
Mengetahui
dengan pasti klien dan ke-luarga yang
mempunyai riwayat penyakit jan-ung
2. Monitor dan periksa kekurangan
oksigen keseimbangan asam basa, elektrolit.
3. Rekam EKG
4. Anjurkan istirahat setiap terjadi
serangan.
5. Catat frekuensi dan lamanya serangan
.
6. Monitor hemodinamik.
|
DAFTAR PUSTAKA
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role
of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool children of
central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001.
Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in an Outbreak
of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol.
39, No. 9 p. 3241–3246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS
DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes,
M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all.
2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005.
Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles.
2006. Bedside Diagnosis 13th
Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mc Closkey, C.J., et all.
1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K.
Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2: Teori &
Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas,
Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H.,
Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003.
ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL PATHOGENS ASSOCIATED WITH DIARRHEAL
PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med. Hyg., 68(6) pp. 666–670.
The Ohio State University Medical
Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada www.healthinfotranslations.com
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat
(K3M).FK UGM. Yogyakarta.