KELUARGA
A. DEFINISI
Pengertian keluarga akan berbeda-beda. Hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefinisikannya. Marilyn M. Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Menurut UU No. 10 1992, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Definisi lain keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN 1999, cit Setyowati 2008).
B. CIRI-CIRI KELUARGA
1. Diikat tali perkawinan
2. Ada hubungan darah
3. Ada ikatan batin
4. Tanggung jawab masing –masing
5. Ada pengambil keputusan
6. Kerjasama
7. Interaksi
8. Tinggal dalam suatu rumah
C. STRUKTUR KELUARGA
1. Struktur peran keluarga, formal dan informal
2. Nilai/ norma keluarga, norma yg diyakini oleh keluarga. Berhubungan dengan kesehatan
3. Pola komunikasi keluarga, bagaimana komunikasi orangtua anak, ayah ibu, & anggota lain
4. Struktur kekuatan Keluarga, kemampuan Mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk kesehatan
Ciri - Ciri Struktur Keluarga
Menurut Anderson Carter , dikutip Nasrul Effendy (1998), dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Terorganisasi: Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
2. Ada Keterbatasan: Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing -masing.
3. Ada perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing - masing.
Struktur Keluarga (Ikatan Darah) :
1. Patrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan Itu berasal dari jalur ayah
2. Matrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan Itu berasal dari jalur ibu
3. Matrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah istri
4. Patrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah suami
5. Keluarga kawinan, hubungan Suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri
Pemegang Kekuasaan
1. Patriakal, dominan dipihak ayah
2. Matriakal, dominan di pihak ibu
3. Equalitarian, ayah dan ibu
D. PERAN KELUARGA
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy (1998), adalah sebagai berikut :
1. Peran ayah: Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peran ibu: Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran anak: Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
E. TIPE KELUARGA
Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua, yaitu: (Suprajitno, 2004)
1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme, pengelompokan tipe keluarga selain kedua keluarga di atas berkembang menjadi: (Suprajitno, 2004)
2. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
3. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
4. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
5. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone). Kecendrungan di Indonesia juga meningkat dengan dalih tidak mau direpotkan dengan pasangan atau anaknya kelak jika menikah.
6. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual cohabiting family).
7. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (guy and lesbian family).
Sedangkan Menurut Nasrul Effendy (1998), tipe keluarga terdiri dari :
1. Keluarga inti (Nuclear Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak- anak.
2. Keluarga besar (Extended Family)
Adalah keluarga inti di tambah sanak saudara, misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3. Keluarga berantai (Serial Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
4. Keluarga duda atau janda (Single Family)
Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
5. Keluarga berkomposisi (Compocite)
Adalah keluarga yang berpoligami yang hidup bersama.
6. Keluarga kabitas (Cahabitation)
Adalah keluarga yang terdiri dari dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.
F. FUNGSI KELUARGA
Friedman (1998) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
1. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
3. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan (the health care function). Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Setyowati, 2008).
G. TUGAS KELUARGA DI BIDANG KESEHATAN
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: (Suprajitno, 2004)
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/ keluarga.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Dalam hal ini termasuk mengambil keputusan untuk mengobati sendiri.
3. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar. Tetapi keluarga mempunyai keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
H. TUGAS PERKEMBANGAN SESUAI DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN (DUVAL)
(SOCIOLOGICAL PERSPECTIVE)
1. Keluarga baru menikah
- membina hubungan Intim
- bina hubungan dengan keluarga lain: teman dan kelompok sosial
- mendiskusikan rencana punya anak
2. Keluarga. Dengan anak baru lahir
§ persiapan menjadi orang tua
§ adaptasi keluarga baru , interaksi keluarga, hubungan Seksual
3. Keluarga dengan anak usia pra sekolah
§ memenuhi kebutuhan Anggota keluarga : rumah, rasa aman
§ membantu anak untuk bersosialisasi
§ mempertahankan hubungan yg sehat keluarga intern dan luar
§ pembagian tanggung jawab
§ kegiatan untuk stimulasi perkembangan Anak
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
§ membantu sosialisasi anak dengan lingkungan luar
§ mempertahankan keintiman pasangan
§ memenuhi kebutuhan yang meningkat
5. Keluarga dengan anak remaja
§ memberikan kebebasan seimbang dan bertanggug jawab
§ mempertahankan hubungan Intim dengan keluarga
§ komunikasi terbuka : hindari, debat, permusuhan
§ persiapan perub. Sistem peran
6. Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa
§ perluas jar. Keluarga dari keluarga inti ke extended
§ pertahnakan keintiman pasanagan
§ mabantu anak untuk mandiri sbg keluarga baru
§ penataan kembali peran orang tua
7. Keluarga usia pertengahan
§ pertahankan keseh. Individu dan pasangan usia pertengahan
§ hubungan Serasi dan memuaskan dengan anak- anaknya dan sebaya
§ meningkatkan keakraban pasangan
8. Keluarga usia tua
§ pertahankan suasana saling menyenangkan
§ adapatasi perubahan : kehil.pasangan,kek. Fisik,penghasilan
§ pertahankan keakraban pasangan
§ melakukan life review masa lalu
I. KELOMPOK KELUARGA DI INDONESIA BERDASARKAN SOSIAL EKONOMI DAN KEBUTUHAN DASAR
1. Prasejatera
belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal: pengajaran agama, sandang, papan, pangan, kesehatan atau keluarga belum dapat memenuhi salah satu / lebih indikator KS tahap I.
2. Keluarga Sejahtera I (KS I)
Telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat sosial psikologis, pendidikan, KB, interaksi lingkungan.
Indikator : ibadah sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan : anak sakit, ber-KB, dibawa kesarana kesehatan
3. Keluarga Sejahtera II (KS II)
Indikator : belum dapat menabung, ibadah (anggota keluarga ) sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda, lantai bukan tanah, kesehatan (idem), daging/ telur minimal 1 kali seminggu, Pakaian baru setahun sekali, Luas lantai 8m2 per orang, Sehat 3 bulan terakhir, Anggota yang berumur 15 tahun keatas punya penghasilan tetap, Umur 10, 60 tahun dapat baca tulis, Umur 7-15 tahun bersekolah, Anak hidup 2/lebih, keluarga PUS saat ini berkontrasepsi.
4. Keluarga Sejahtera III (KS III)
Indikator : belum berkontribusi pada masyarakat, ibadah sesuai agama,
pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan idem, anggota melaksanakan ibadah, daging / telur seminggu sekali, memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir, luas lantai 8 m2 perorang, anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga berumur 15 th punya penghasilan tetap, baca tulis latin 10 –60 th, usia 7-15 bersekolah, anak hidup 2/ lebih, pus saat ini ber kb, upaya meningk agama, keluarga punya tabungan, makan bersama sehari sekali, ikut keg. Masyarakat, rekreasi 6 bl sekali, informasi dari mass media, menggunakan transportasi,
5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
dapat memenuhi seluruh kebutuhannya: dasar, sosial, pengembangan, kontribusi pada masyarakat, indikator KS III + (ditambah), memberikan sumbangan.
Indicator Gakin :
Tak bisa makan 2 kali sehari atau lebih, Tdk daging/ikan /telur / minggu sekali, Tdk pakaian beda tiap aktifitas, Tdk pakain baru, satu stel /tahun, Lantai mayoritas tanah, Lantai kurang dari 8 meter persegi untuk setiap penghuni, Tdk ada anggota umur 15 tahun berpenghasilan tetap, Anak sakit/pus ingin kb tak mampu ke yankes, Anak 7-15 tahun tak berekolah
J. KELUARGA SEBAGAI SISTEM
keluarga merupakan sistem sosial yg terdiri kumpulan 2 /lebih yg punya peran sosial yg berbeda dengan ciri saling berhubungan Dan tergantung antar individu
Alasan Keluarga Sbg Sistem
1. Keluarga punya subsistem : anggota, fungsi, peran aturan , budaya
2. Saling berhub dan ketergantungan
3. Unit terkecil dari masy. Sbg suprasistem
Komponen Sistem Keluarga
1. Input, anggota keluarga, struktur, fungsi, aturan, ling, budaya, agama
2. Proses, proses pelaksanaan fungsi keluarga
3. Out put, hasil berupa perilaku : sosial, agama, kesh,
4. Feedback, pengontrol perilaku keluarga
Karakteristik Keluarga Sebagai Sistem
1. Sistem terbuka, sistem yg punya kesempatan dan mau menerima / memperhatikan lingk. Sekitar
2. Sistem tertutup, kurang punya kesempatan, kurang mau menerima /memberi perhatian pada lingk. Sekitar
K. STANDAR PRAKTIK KELUARGA PPNI
1. Standar praktik profesional
§ stndar i : pengkajian
§ standar ii : diagnosis
§ standar iii : perencanaan
§ standar iv : pelaks. Tind.
§ standar v : evaluasi
2. Standar kinerja profesional
§ Standar i : jaminan mutu
§ Standar ii : pendidikan
§ Standar iii : penilaian prestasi
§ Standar iv : kesejawatan
§ Standar v : etik
§ Standar vi : kolaborasi
§ Standar vii ; riset
§ Standar ix : pemnafaatan sumber
L. MASALAH KEPERAWATAN KESEHATAN KELUARGA
1. Bahaya fisik
§ Penyakit
§ Kegemukan
§ Kecelakaan
§ Kecanggungan
§ Kesederhanaan
2. Bahaya Psikologis
§ Bahaya dalam konsep diri
§ Bahaya moral
§ Bahaya yang menyangkut minat
§ Bahaya dalam penggolongan peran seks
§ Bahaya dalam perkembangan kepribadian
§ Bahaya hubungan keluarga
M. TAHAP IV : KELUARGA DENGAN ANAK SEKOLAH FAMILY WITH SCHOOL CHILDREN ( OLDEST CHILD 6 - 13 YEARS )
1. Keluarga mencapai jumlah anggota yang maksimal, keluarga sangat sibuk
2. Aktivitas sekolah, anak punya aktivitas masing-masing
3. Orang tua berjuang dengan tuntutan ganda : perkembangan anak & dirinya
4. Orang tua belajar menghadapi/ membiarkan anak pergi ( dengan teman sebayanya )
5. Orang tua mulai merasakan tekanan yg besar dari komunitas di luar rumah (sistem sekolah)
A.
EPIDEMIOLOGI
Masalah gizi
adalah masalah kesehatan
masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis
dan pelayanan
kesehatan
saja. Masalah gizi
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan
serta perilaku
yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi
masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan
dan umur harapan
hidup yang merupakan salah satu unsur
utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara
yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI). Secara umum di
Indonesia terdapat dua masalah gizi
utama yaitu kurang gizi
makro dan kurang gizi
mikro Kurang gizi
makro pada dasarnya merupakan gangguan
kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi
dan protein.
Masalah gizi
makro adalah masalah gizi
yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi
dan protein.
Kekurangan zat gizi
makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi
mikro.
B.
DEFINISI
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana
seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi
yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat
dan kalori.
Status gizi buruk
dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk
karena kekurangan protein
(disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau
kalori (disebut marasmus),
dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk ini
biasanya terjadi pada
anak balita (bawah
lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung
lapar). Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan
dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah
dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita
(bawah lima tahun)
sehat atau kurang
gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya
tiap bulan sampai
usia minimal 2
tahun (baduta). Apabila pertambahan
berat badan sesuai
dengan pertambahan umur
menurut suatu standar
organisasi kesehatan dunia,
dia bergizi baik.
Kalau sedikit dibawah
standar disebut bergizi kurang
yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi
buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi
tingkat berat atau akut (Pardede, J,
2006).
C.
ETIOLOGI
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus
gizi
buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung
terjadinya gizi buruk, yaitu :
- Kurangnya
asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur
gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi
yaitu kemiskinan.
- Akibat
terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh
sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan
secara baik.
D. KLASIFIKASI GIZI BURUK
Terdapat 3
tipe gizi buruk
adalah marasmus, kwashiorkor,
dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan
tipe tersebut didasarkan
pada ciri-ciri atau
tanda klinis dari masing-masing tipe yang
berbeda-beda.
1. Marasmus
Marasmus
adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan
tulang di bawah
kulit), rambut mudah
patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan
(sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak
sering rewel dan
banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak
sangat kurus karena
hilangnya sebagian besar
lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b.
Wajah seperti orang tua
c.
Iga gambang dan perut cekung
d.
Otot paha mengendor (baggy pant)
e.
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk
(suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya
terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus
dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a.
Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b.
Rambut tipis kemerahan
seperti warna rambut
jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit
kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c.
Wajah membulat dan sembab
d.
Pandangan mata anak sayu
e.
Pembesaran hati, hati
yang membesar dengan
mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan
permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f.
Kelainan kulit berupa
bercak merah muda
yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman
dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor
memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala
klinis kwashiorkor dan marasmus
disertai edema
yang tidak mencolok.
E.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi
buruk pada balita
adalah anak sulit
makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat
defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan
lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A,
vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang
penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami
rabun senja. Rabun
senja terjadi karena defisiensi
vitamin A dan
protein. Pada retina
ada sel batang
dan sel kerucut. Sel
batang lebih hanya
bisa membedakan cahaya
terang dan gelap.
Sel batang atau rodopsin
ini terbentuk dari
vitamin A dan
suatu protein. Jika
cahaya terang mengenai sel
rodopsin, maka sel
tersebut akan terurai.
Sel tersebut akan mengumpul lagi
pada cahaya yang
gelap. Inilah yang
disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi,
rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek
karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif
terjadi karena kekurangan
aktin myosin pada
tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari
kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,
hepatomegali terjadi karena
kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL.
Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang
ada di hepar
sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya
penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas
pada penderita kwashiorkor
adalah pitting edema.
Pitting edema adalah edema
yang jika ditekan,
sulit kembali seperti
semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein,
sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka
terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak
ke intrasel, karena
pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari
ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh.
Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga
defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke
daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya
terjadi pada ekstremitas
bawah karena pengaruh
gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik (Sadewa,
2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007),
penyebab utama marasmus adalah kurang kalori
protein yang dapat
terjadi karena :
diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang
tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil
akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain
faktor lingkungan ada beberapa
faktor lain pada
diri anak sendiri
yang dibawa sejak
lahir, diduga berpengaruh
terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah
sebagai berikut :
a. Masukan
makanan yang kurang
: marasmus terjadi
akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua
si anak, misalnya
pemakaian secara luas
susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang
berat dan lama
menyebabkan marasmus, terutama
infeksi enteral misalnya infantil
gastroenteritis,
bronkhopneumonia,
pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur
bawaan misalnya :
penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschpurng,
deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia,
stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan
penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat
reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian
ASI yang terlalu
lama tanpa pemberian
makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik,
misalnya renal asidosis,
idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus,
kejadian ini jarang
dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus
yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan
pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi
mempengaruhi dan merupakan
predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya
arus urbanisasi diikuti
pula perubahan kebiasaan penyapihan dini
dan kemudian diikuti
dengan pemberian susu
manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak
mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis
akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
F.
MANIFESTASI
KLINIS
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
1. Kelelahan
dan kekurangan energy
2. Pusing
3. System
kekebalan tubuh yang rendah
4. Kulit
kering dan bersisik
5. Gusi
mudah berdarah
6. Sulit
untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7. Berat
badan kurang
8. Pertumbuhan
yang lambat
9. Kelemahan
otot
10. Perut
kembung
11. Tulang
mudah patah
12. Terdapat
masalah pada fungsi organ tubuh
G.
KOMPLIKASI
Pada penderita
gangguan gizi sering
terjadi gangguan asupan
vitamin dan mineral. Karena
begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa
terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh
yang sering terganggu
adalah saluran cerna,
otot dan tulang,
hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia
gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya
asupan zat Besi
(Fe) atau asam
Folat. Gejala yang
bisa terjadi adalah anak tampak
pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal
yang terjadi adalah
gangguan hormon kortisol,
insulin, Growht hormon (hormon
pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun.
Hormon-hormon tersebut berperanan
dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas atau
kejadian kematian dapat
terjadi pada penderita
KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP
berat resiko kematian cukup besar,
adalah sekitar 55%.
Kematian ini seringkali
terjadi karena penyakit infeksi
(seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena
gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering
terjadi karena pada
KEP sering mengalami gangguan
mekanisme pertahanan tubuh.
Sehingga mudah terjadi
infeksi atau bila terkena
infeksi beresiko terjadi
komplikasi yang lebih
berat hingga mengancam jiwa
(Nelson, 2007).
1. Perubahan
Berat Badan
Berat
badan merupakan ukuran
antropometrik yang terpenting,
dipakai pada setiap kesempatan
memeriksa kesehatan anak
pada semua kelompok
umur. Berat badan merupakan hasil
peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain
tulang, otot, lemak,
cairan tubuh dan
lain-lainnya. Berat badan
dipakai sebagai indikator terbaik
pada saat ini
untuk mengetahui keadaan
gizi dan tumbuh kembang anak,
sensitif terhadap perubahan
sedikit saja, pengukuran
objektif dan dapat diulangi,
dapat digunakan timbangan
apa saja yang
relatif murah, mudah
dan tidak memerlukan banyak
waktu. Indikator berat
badan dimanfaatkan dalam
klinik untuk :
a)
Bahan
informasi untuk menilai
keadaan gizi baik
yang akut, maupun
kronis, tumbuh kembang dan kesehatan
b)
Memonitor keadaan kesehatan, misalnya
pada pengobatan penyakit
c)
Dasar perhitungan dosis obat dan makanan
yang perlu diberikan.
2.
Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status
gizi terbagi atas
penilaian secara langsung
dan penilaian secara tidak
langsung. Adapun penilaian
secara langsung dibagi
menjadi empat penilaian adalah
antropometri, klinis, biokimia
dan biofisik. Sedangkan
penilaian status gizi secara
tidak langsung terbagi
atas tiga adalah
survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Antropometri
Secara
umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka
antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi
(Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah
berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan
pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan
normal, dimana keadaan
kesehatan dan keseimbangan
antara intake dan kebutuhan gizi
terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan
lemak). Massa tubuh
sangat sensitif terhadap
perubahan keadaan yang mendadak, misalnya
terserang infeksi, kurang
nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi
sekarang. Berat badan yang
bersifat labil, menyebabkan
indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional
Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks
TB/U disamping memberikan gambaran
status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi
(Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB)
Berat badan
memiliki hubungan yang
linear dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d) Melakukan
pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray
untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa
penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
I.
PENATALAKSANAAN
Dalam proses
pengobatan KEP berat
terdapat 3 fase,
adalah fase stabilisasi, fase transisi
dan fase rehabilitasi.
Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana
yang cocok untuk
setiap fase. Tatalaksana
ini digunakan baik
pada penderita kwashiorkor,
marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1.
Tahap
Penyesuaian
Tujuannya adalah
menyesuaikan kemampuan pasien
menerima makanan hingga ia
mampu menerima diet
tinggi energi dan
tingi protein (TETP).
Tahap penyesuaian ini dapat
berlangsung singkat, adalah
selama 1-2 minggu
atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan
mencerna makanan. Jika berat badan
pasien kurang dari
7 kg, makanan
yang diberikan berupa
makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh:
susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2%
tepung. Secara berangsur
ditambahkan makanan lumat
dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat
badan pasien 7
kg atau lebih,
makanan diberikan seperti
makanan untuk anak di
atas 1 tahun.
Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair, kemudian makanan
lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg
berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c.
Sumber protein utama
adalah susu yang
diberikan secara bertahap
dengan keenceran 1/3, 2/3,
dan 3/3, masing-masing
tahap selama 2-3
hari. Untuk meningkatkan energi
ditambahkan 5% glukosa, dan
d.
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3
jam. Bila konsumsi per-oral
tidak mencukupi, perlu
diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu
makan dan toleransi
terhadap makanan bertambah
baik, secara berangsur, tiap 1-2
hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg
berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien
dipulangkan, hendaknya ia
sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa
yang bukan merupakan
diet TETP. Kepada
orang tua hendaknya diberikan penyuluhan
kesehatan dan gizi,
khususnya tentang mengatur
makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan
daya belinya.
Suplementasi
zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a.
Glukosa biasanya secara
intravena diberikan bila
terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila
ada hipokalemia.
c.
Mg, berupa MgSO4
50%, diberikan secara
intra muskuler bila
terdapat hipomagnesimia.
d.
Vitamin A diberikan
sebagai pencegahan sebanyak
200.000 SI peroral
atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia,
vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis
maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan
per-oral. Zat besi (Fe) dan asam
folat diberikan bila
terdapat anemia yang
biasanya menyertai KKP berat.
J.
PENGKAJIAN
1.
Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis
untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya gizi buruk:
a.
Riwayat persalinan sebelumnya
b.
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
c.
Kenaikan berat badan selama hamil
d.
Aktivitas
e.
Penyakit yang diderita selama hamil
f.
Obat-obatan yang diminum selama hamil
g.
Pemberian
nutrisi pada bayi
h.
Kenaikan
berat badan bayi dan tinggi badan
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Tanda-tanda anatomis
1)
Berat badan kurang dari 2500 gram
2)
Panjang badan kurang dari 45 cm
3)
Lingkar kepala kurang dari 33 cm
4)
Lingkar dada kurang dari 30 cm
5)
Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada
dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis)
b.
Tanda fisiologis
1)
Gerakan bayi pasif dan tangis hanya
merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih
malas.
2)
Suhu tubuh mudah untuk menjadi
hipotermi.
Penyebabnya adalah :
1)
Pusat pengatur panas belum berfungsi
dengan sempurna.
2)
Kurangnya lemak pada jaringan subcutan
akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
3)
Kurangnya mobilisasi sehingga produksi
panas berkurang.
K.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
3.
Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
4.
Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
5.
Cemas pada keluarga berhubungan dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
6.
Resiko infeksi b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
L.
RENCANA
KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
|
|||
NO DX
|
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
1
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
|
NOC
:
v Respiratory
status : Ventilation
v Respiratory
status : Airway patency
v Aspiration
Control
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu
mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
NIC :
Airway suction
§ Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suctioning.
§ Informasikan
pada klien dan keluarga tentang suctioning
§ Minta
klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§ Berikan
O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
§ Gunakan
alat yang steril sitiap melakukan tindakan
§ Anjurkan
pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
§ Monitor
status oksigen pasien
§ Ajarkan
keluarga bagaimana cara melakukan suksion
§ Hentikan
suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
·
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·
Pasang mayo bila perlu
·
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction pada mayo
·
Kolaborasikan pemberian bronkodilator bila perlu
·
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi dan status O2
|
2
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
|
NOC :
v Nutritional
Status :
v Nutritional
Status : food and Fluid Intake
v Nutritional
Status : nutrient Intake
v Weight
control
Kriteria Hasil
:
v Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Beratbadan
ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampumengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
v Tidk
ada tanda tanda malnutrisi
v Menunjukkan
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
v Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition
Management
§ Kaji
adanya alergi makanan
§ Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
§ Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe
§ Anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
§ Berikan
substansi gula
§ Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§ Berikan
makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
§ Ajarkan
pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§ Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§ Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
§ Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
§ BB
pasien dalam batas normal
§ Monitor
adanya penurunan berat badan
§ Monitor
tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor
interaksi anak atau orangtua selama makan
§ Monitor
lingkungan selama makan
§ Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
§ Monitor
kulit kering dan perubahan pigmentasi
§ Monitor
turgor kulit
§ Monitor
kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§ Monitor
mual dan muntah
§ Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor
makanan kesukaan
§ Monitor
pertumbuhan dan perkembangan
§ Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor
kalori dan intake nuntrisi
§ Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
§ Catat
jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
3
|
Tidak efektifnya termoregulasi
b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan
|
NOC :
v Hydration
v Adherence
Behavior
v Immune
Status
v Infection
status
v Risk
control
Risk detection
|
NIC
:
Temperature
Regulation (pengaturan suhu)
§ Monitor
suhu minimal tiap 2 jam
§ Rencanakan
monitoring suhu secara kontinyu
§ Monitor
TD, nadi, dan RR
§ Monitor
warna dan suhu kulit
§ Monitor
tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
§ Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
§ Selimuti
pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
§ Ajarkan
pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
§ Diskusikan
tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
§ Beritahukan
tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
§ Ajarkan
indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
§ Berikan
anti piretik jika perlu
|
4
|
Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
|
NOC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
v
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
v
Tidak ada luka/lesi pada kulit
v Perfusi
jaringan baik
v Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera
berulang
v
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami
|
NIC :
Pressure Management
§
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
§ Hindari
kerutan padaa tempat tidur
§
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
§
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
§ Monitor
kulit akan adanya kemerahan
§ Oleskan
lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
§ Monitor
aktivitas dan mobilisasi pasien
§ Monitor
status nutrisi pasien
§
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
|
5
|
Cemas pada keluarga berhubungan
dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
cemas pasien berkurang dengan
kriteria hasil:
v Anxiety Control
v Coping
v Vital Sign Status
§ Menunjukan teknik
untuk mengontrol cemas è teknik nafas dalam
§ Postur tubuh pasien
rileks dan ekspresi wajah tidak tegang
§ Mengungkapkan cemas
berkurang
§ TTV dbn
TD = 110-130/ 70-80
mmHg
RR = 14 – 24 x/ menit
N = 60 -100 x/ menit
S = 365 – 375 0C
|
Anxiety Reduction
§
Gunakan pendekatan yang
menenangkan
§
Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku pasien
§
Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan selama prosedur
§
Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan mengurangi takut
§
Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis, tindakan prognosis
§
Dorong keluarga untuk
menemani anak
§
Lakukan back / neck rub
§
Dengarkan dengan penuh
perhatian
§
Identifikasi tingkat
kecemasan
§
Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan kecemasan
§
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
§
Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
§
Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
|
6
|
Resiko infeksi b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
|
NOC :
v Immune
Status
v Knowledge
: Infection control
v Risk
control
Kriteria Hasil :
v Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi
v Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v Jumlah
leukosit dalam batas normal
v Menunjukkan
perilaku hidup sehat
|
NIC :
Infection Control (Kontrol
infeksi)
·
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
·
Pertahankan teknik isolasi
·
Batasi pengunjung bila perlu
·
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
·
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
·
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
·
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
·
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
·
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
·
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
·
Tingktkan intake nutrisi
·
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
·
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
·
Monitor hitung granulosit, WBC
·
Monitor kerentanan terhadap infeksi
·
Batasi pengunjung
·
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
·
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
·
Pertahankan teknik isolasi k/p
·
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
·
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
·
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
·
Dorong masukan cairan
·
Dorong istirahat
·
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
·
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
·
Ajarkan cara menghindari infeksi
·
Laporkan kecurigaan infeksi
·
Laporkan kultur positif
|
DAFTAR
PUSTAKA
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk,
Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November 2005: Inovasi
Online
Notoatmojo, S. 2003.
Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Cetakan Ke-2. Jakarta: Rineka Cipta
Doengoes,
M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika