LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA
A.
DEFINISI AMELOBLASTOMA
o Ameloblastoma
merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa atau gengivomaxillary
yang muncul pada gigi (Price, Sylvia A, 2006).
o Ameloblastoma
merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi di mandibula dan
maksila. Tumor ini berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses
pembentukan gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel
tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara mikroskopis, ameloblastoma
tersusun atas pulau-pulau epitelium di dalam stroma jaringan ikat kolagen.
Ameloblastoma juga mempunyai beberapa variasi dari tampilan histopatologis, akan
tetapi tipe yang paling sering terlihat yaitu tipe folikular dan pleksiform.
Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya asimptomatik, tumbuh lambat,
dan dapat mengekspansi rahang (Arif, 2001).
o Definisi
ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar,
pada gigi selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di rahang bawah dari
rahang atas. Ini diakui pada tahun 1827 oleh
Cusack. Jenis neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai adamantinoma pada 1885.
o Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka
jarang menyebar ke bagian lain dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang
dihasilkan dapat menyebabkan kelainan yang parah dari wajah dan rahang. Selain
itu, karena pertumbuhan sel yang abnormal mudah infiltrat dan menghancurkan
jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan
ini
o Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan
organ enamel yang tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah
dijelaskan sangat tepat oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik,
nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara
klinis bersifat persisten.
o Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial
odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal
invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak
o Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel
– sel embrional dan terbentuk dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan
enamel. Tumor ini biasanya tumbuh dengan lambat, secara histologis jinak tetapi
secara klinis merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering pada badan
atau ramus mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak
berkapsul
B.
KLASIFIKASI AMELOBLASTOMA
Ada
tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain, tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
a. Konvensional
solid/multikstik (86%)
Tumor ini akan menyerang pasien pada seluruh
lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari
10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini
menunjukkan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai dekade
ketujuh. Tidak ada prediksi jenis kelamin yag signifikan. Sekitar 85% tumor ini
terjadi pada mandibula, paling sering terjadi pada daerah molar di sekitar
ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio
posterior.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang
kecil ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering
muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika
tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit
dan parastesis jarang terjadi bahkan pada tumor besar.
Tumor ini muncul dengan berbagai macam
gambaran histologis antara lain variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan
sel granular. Walaupun terdapat bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak
mempengaruhi perawatan maupun prognosis.
Tipe silod atau multikistik tumbuh vasif
secara lokal memiliki angka kajadian rekuransi yang tinggi bila tidak diangkat
secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah
untuk bermetastasis.
Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini
ditandai dengan agka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca
perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus
dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling
tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan
untuk tipe ini.
b. Unikistik
(13%)
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada
pasien muda, 50% dari tumor ini ditemukan pada pasien yang berada pada dekade
kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada
regio posterior.
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya
membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun
beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang erupsi.
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan
ameloblastoma memiliki komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian
posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan anterior maksila.
Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik pertama kali
disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa
tipe unikistik ini kurang agresif dan menyerang enukleasi simple pada
ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukkan angka rekurensi yang tinggi
yaitu sekitar 60% dengan demikian enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini
dan perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi kiro
dengan cairan atau dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk
tumor ini.
c. Periferal/Ekstraosseous
(1%)
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan
nama ekstraosseus ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya
terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di
sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang
dibawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku,
pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2% sampai 10%
dari seluruh kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan
terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan
bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan
1,9 dengan 1.
70% dari emeloblastoma tipe periferal ini
terjadi pada mandibula, dari bagian ramus. Dari anterior mandibula sampai
foramen mandibula paling sering terkena. Perawatan yang direkomendasikan untuk
tumor ini berbeda dengan perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya
kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi
berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil
dari margin jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum
untuk meyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.
C.
ETIOLOGI AMELOBLASTOMA
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma
dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi
lokal dalam rongga mulut. Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun
paling banyak dijumpai pada usia dekade 4 dan
5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi prediksi pada golongan penderita
kulit berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun maksila, paling
sering pada mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah mandibula; 60%
terjasi di regio molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis.
Tumor ini tumbuh dari berbagai
asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum
diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:
o Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental
lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area
epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan
dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai
retikulum stelata.
o Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa
epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat
terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan
menstimulasi terbentuknya kista odontogenik
o Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista
dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy
(1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista
periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah
perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi
ameloblastoma.
o Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang.
Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya
hubungan dengan epiteluim oral
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
D.
PATOFISIOLOGI AMELOBLASTOMA
Tumor ini
bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik.
Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya
terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi
mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogen tadi.
Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3
tahap :
1.
Tahap pertama
merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat Karsinogen yang
memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
2.
Tahap kedua yaitu
Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui
pembelahan(poliferasi).
3.
tahap terakhir yaitu
Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu atau lebih
karakteristik neoplasma ganas.
Smeltzer
& Bare. (2002).
Buku
ajar keperawatan medikal bedah.
F.
MANIFESTASI KLINIK AMELOBLASTOMA
Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang
menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini jarang terdiagnosa secara dini,
umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun.
Gambaran Klinik
a. Pembengkakan
dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan deformitas
wajah.
b. Konsestensi
bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak
c. Terjadi
ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
d. Tumor
ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya
e. Terdapat
tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa tumor telah
mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
f. Tidak
terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan
disertai rasa nyeri.
g. Berkurangnya
sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang terdapat ulserasi oleh
karena penekanan gigi apabilah tumor sudah mencapai ukuran besar.
h. Biasanya
berisi cairan berwarna merah kecoklatan
i. Gigi
geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.
Ameloblastoma merupakan tumor yang jinak
tetapi merupakan lesi invasif secara lokal, dimana pertumbuhannya lambat dan
dapat dijumpai setelah beberapa tahun sebelum gejala-gejalanya berkembang.
Ameloblastoma dapat terjadi pada usia dimana paling umum terjadi pada
orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50 tahun dan hampir dua pertiga
pasien berusia lebih muda dari 40 tahun. Hampir sebagian besar kasus-kasus yang
dilaporkan menunjukkan bahwa ameloblastoma jauh lebih sering dijumpai pada
mandibula dibanding pada maksila. Kira-kira 80% terjadi dimandibula dan
kira-kira 75% terlihat di regio molar dan ramus, Ameloblastoma maksila juga
paling umum dijumpai pada regio molar.
Pada tahap yang sangat awal , riwayat pasien
asimtomatis (tanpa gejala). Ameloblastoma tumbuh secara perlahan selam
bertahun-tahun, dan tidak ditemui sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral
secara rutin. Pada tahap awal , tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna
normal. Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya
tumor yang menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran
berlobul pada radiografi. Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat
mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta
menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan yang
progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami perluasan
kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik.
Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan mengalami
ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih lanjut,kemungkinan ada rasa sakit
didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga dapat goyang bahkan tanggal.
Pembengkakan wajah dan asimetris wajah adalah
penemuan ekstra oral yang penting. Sisi asimetris tergantung pada tulang utama
atau tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa
sakit kecuali ada penekanan saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder.
Terkadang pasien membiarkan ameloblastoma bertahan selama beberapa tahun tanpa
perawatan dan pada kasus-kasus tersebut ekspansi dapat menimbulkan ulkus namun
tipe ulseratif dari pertumbuhan karsinoma yang tidak terjadi. Pada tahap
lanjut, ukurannya bertambah besar dapat menyebabkan gangguan penguyahan dan
penelanan.
Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma
seringkali dihubungkan dengan perkembangan ameloblastoma. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tumor ini sering kali diawali oleh pencabutan gigi, kistektomi
atau beberapa peristiwa traumatik lainnya. Seperti kasus-kasus tumor lainnya
pencabutan gigi sering mempengaruhi tumor (tumor yang menyebabkan hilangnya
gigi) selain dari penyebabnya sendiri.
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat
tetapi kemudian menjadi kista pada pengeluaran sel-sel stelatenya.
Ameloblastoma merupakan tumor jinak tetapi karena sifat invasinya dan sering
kambuh maka tumor ini menjadi tumor yang lebih serius dan ditakutkan akan
potensial komplikasinya jika tidak disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah
dinyatakan bahwa sangat sedikit kasus metastasenya yang telah dilaporkan.
G.
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS AMELOBLASTOMA
Amloblastoma
menunjukkan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada arah dan
derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara
histologis terdiri dari folikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan
tipe basal.
1. Tipe
Folikular
Ameloblastoma
tipe folikular menunjukkan gambaran histologi yang tipikal dengan adanya
sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan
periferal dari sel-sel kolumnar dan kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari
jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan
pembentukan kista.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
2. Tipe
Pleksiform
Ameloblastoma
tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yag berbentuk seperti pita
yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma berbentuk dari jaringan
ikat yang longar dan edematours fibrous yang mengalami degenerasi kistik.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
3. Tipe
Acanthomatous
Ameloblastoma
tipe ini ditandai dengan karakteristik adanya aquamous metaplasia dari
retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil berbentuk
ditengan sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan
padat.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
4. Tipe
Sel Granular
Pada
ameloblastoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari
sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga
memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini
sering melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
5. Tipe
Sel Basal
Ameloblastoma
tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial tumor
lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam
lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan
tipe yang paling jarang dijumpai.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
H.
GAMBARAN RADIOLOGIS AMELOBLASTOMA
Secara
radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi yang
multiokular atau uniokular.
1. Multiokular
Pada
tipe ini tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh septa
tulang yang memperluas membentuk masa tumor. Gambaran multiokular ditandai
dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi
yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis
batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopi akar jarang terjadi tapi
kadand-kadand dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
2. Uniokular
Pada
tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau gambaran
yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan
ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan mengakibatkan
pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari gambaran
rontgen.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
Gambaran Radiologis
a. Berupa
lesi unilokuler atau multilokuler dengan gambaran seperti sarang tawon (honey
comb appearance) pada lesi kecil.
b. Gambaran
busa sabun (soap bubble appearance) pada lesi besar.
c. Secara
radiologis tepinya berbatas jelas, halus, corticated dan curved, terdapat
resorpi akar dan bergesernya gigi jauh dari tempat asal.
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG AMELOBLASTOMA
1. X-ray
kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu mencari
daerah yang tidak normal pada rahang.
2. CT
scan (computed tomography scan)
CT scan, yang menghasilkan
gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat mengungkapkan apakah
ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain.
3. MRI
(magnetic resonance imaging)
MRI Scan, yang menggunakan
magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi yang dapat
mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga menggunakan
MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata
atau sinuses.
4. Tumor
marker (penanda tumor)
J.
PERAWATAN AMELOBLASTOMA
Perawatan tumor ini beragam mulai dari
kuretase sampai reseksi tulang yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi.
Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa
literatur juga dikemukakan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan
penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali
(follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi
pada lima tahun pertama pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan
harus meliputi neoplasma sampai jaringan sehat yang berada dibawah tumor.
Setelah itu, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat
lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan
pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai
bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska operasi ditujukan untuk
mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan secara rutin. Kebanyakan ahli
bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian
dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi dengan terapi
X-ray dan radium mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini.
Beberapa prosedur operasi yang mungkin
digunakan untuk mengobati ameloblastoma antara lain:
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman
untuk dilakukan. Pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase
merupakan prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi
menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah
periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah.
Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diivansi oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap
mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika
dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan
yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang
konveksi dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah
biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang
yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi
yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus.
Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum operasi dapat
dilakukan.
2. Eksisi
Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi
daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas
tulang mungkin direkomendasikan apabilah ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat
pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor.
Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direkseksi dibawah tepi yang
terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, denganbur leher
panjang henahan. Oesteotomi digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu,
segen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang
normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah melakukan flap untuk menutup tulang,
dilakukan penjahitan untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi
tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang
mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi
yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
3. Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok
yang diperluas yang mungkin saja melibatkan pembungkus angulus, ramus atau
bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian
anterior mandibula sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah
mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump Deformity”
Reseksi mandibula dilakukan setelah
trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila diperluka) telah dilakukan. Akses
biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan
dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudain
dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula.
Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus bahwa mandibula sampai mastoid.
Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi
perdarahan karena adanya neurovascular.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan
insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan
pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas
dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
Setelah diperoleh eksposure yang cukup,
dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan.
Kemudian dilakukan pemotongan dengan ascillating saw dari lateral dinding
maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa
lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu,
dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding
nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan menggunakan
chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan
spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk
mengontrol perdarahan.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA |
K.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA
Dasar
pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut
Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas
ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan
dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri
dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
L.
DIAGNOSA KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA
1. Nyeri
berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan.
2. Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh.
3. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area
rahang.
4. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri luka operasi.
M.
RENCANA KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
PERENCANAAN
|
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
||
1.
|
Nyeri akut
b.d agen injuri fisik (luka insisi operasi)
|
NOC: Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu untuk
Mengontrol nyeri dengan indikator:
- Mengenal
factor-faktor penyebab nyeri
- Mengenal
onset nyeri
- Melakukan
tindakan pertolongan non-analgetik
- Menggunakan
analgetik
- Melaporkan
gejala-gejala kepada tim kesehatan
- Mengontrol
nyeri
Keterangan:
1
= tidak pernah dilakukan
2
= jarang dilakukan
3
=kadang-kadang dilakukan
4
=sering dilakukan
5
= selalu dilakukan pasien
Menunjukan tingkat nyeri
Indikator:
- Melaporkan
nyeri
- Melaporkan
frekuensi nyeri
- Melaporkan
lamanya episode nyeri
- Mengekspresi
nyeri: wajah
- Menunjukan
posisi melindungi tubuh
- kegelisahan
- perubahan
respirasi rate
- perubahan
Heart Rate
- Perubahan
tekanan Darah
- Perubahan
ukuran Pupil
- Perspirasi
- Kehilangan
nafsu makan
Keterangan:
1 : Berat
2 : Agak berat
3 : Sedang
4 : Sedikit
5 : Tidak ada
|
Manajemen Nyeri
-
Kaji secara
komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
presipitasi
-
observasi
isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secara efektif
-
Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
-
Gunakan
komunikiasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
-
Kaji latar belakang budaya pasien
-
Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood,
relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran
-
Kaji pengalaman
individu terhadap nyeri, keluarga
dengan nyeri kronis
-
Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri yang telah digunakan
-
Berikan dukungan terhadap
pasien dan keluarga
-
Berikan informasi
tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
-
kontrol
faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (seperti: temperatur
ruangan, penyinaran, dll)
-
Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri
nyeri
-
Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi
(seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase)
-
Evaluasi
keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
-
Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien
-
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
-
Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
-
Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
-
Informasikan kepada
tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat tindakan nonfarmakologi
dilakukan, untuk pendekatan preventif
-
Monitor kenyamanan
pasien terhadap manajemen nyeri
Pemberian Analgetik
-
Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas,dan keparahan sebelum pengobatan
-
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
-
Cek riwayat alergi obat
-
Libatkan pasien dalam
pemilhan analgetik yang akan digunakan
-
Pilih analgetik secara
tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik jika telah diresepkan
-
Tentukan pilihan
analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan
nyeri
-
Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan
sesuadah pemberian analgetik
-
Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
-
Dokumentasikan respon
setelah pemberian analgetik dan efek sampingnya
-
Lakukan
tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik (konstipasi/iritasi
lambung)
|
2.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan,
tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
|
Setelah dilakuakan
asuhan keperawatan selama 2x24 jam pasien dapat memperoleh
1.Pengetahuan:Kontrol infeksi
Indikator:
-
Menerangkan cara-cara
penyebaran infeksi
-
Menerangkan factor-faktor yang
berkontribusi dengan penyebaran
-
Menjelaskan tanda-tanda dan
gejala
- Menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan
resistensi terhadap infeksi
Keterangan:
1 : tidak pernah
2 : terbatas
3 : sedang
4 : sering
5 : selalu
2.Status
Nutrisi
-
Asupan nutrisi
-
Asupan makanan dan cairan
-
Energi
-
Masa tubuh
-
Berat badan
Keterangan:
1 : sangat bermasalah
2 : bermasalah
3 : sedang
4 : sedikit bermasalah
5 : tidak bemasalah
|
Kontrol Infeksi
-
Bersikan
lingkungan setelah digunakan oleh pasien
-
Ganti
peralatan pasien setiap selesai tindakan
-
Batasi jumlah pengunjung
-
Ajarkan cuci tangan untuk
menjaga kesehatan individu
-
Anjurkan pasien untuk cuci
tangan dengan tepat
-
Gunakan sabun antimikrobial
untuk cuci tangan
-
Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan pasien
-
Cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
-
Lakukan universal precautions
-
Gunakan sarung tangan steril
-
Lakukan perawatan aseptic pada
semua jalur IV
-
Lakukan teknik perawatan luka
yang tepat
-
Ajarkan pasien untuk
pengambilan urin porsi tengah
-
Tingkatkan asupan nutrisi
-
Anjurkan asupan cairan yang
cukup
-
Anjurkan istirahat
-
Berikan terapi antibiotik
-
Ajarkan pasien dan keluarga
tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi
-
Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana mencegah infeksi
|
3.
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak
mampuan menelan makanan, nyeri area rahang.
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
-
Berat badan 20 % atau
lebih di bawah ideal
-
Dilaporkan adanya
intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
-
Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
-
Kelemahan otot yang
digunakan untuk menelan/mengunyah
-
Luka, inflamasi
pada rongga mulut
-
Mudah merasa
kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
-
Dilaporkan atau
fakta adanya kekurangan makanan
-
Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
-
Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
-
Suara usus
hiperaktif
-
Kurangnya
informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
|
NOC :
v Nutritional
Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat badan
ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak ada
tanda tanda malnutrisi
v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition
Management
§ Kaji adanya
alergi makanan
§ Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
§ Berikan
substansi gula
§ Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§ Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
§ Ajarkan
pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§ Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§ Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
§ Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
§ BB pasien
dalam batas normal
§ Monitor
adanya penurunan berat badan
§ Monitor
tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
§ Monitor
lingkungan selama makan
§ Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
§ Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
§ Monitor
turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§ Monitor
mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor
makanan kesukaan
§ Monitor
pertumbuhan dan perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor
kalori dan intake nuntrisi
§ Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
§ Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
4.
|
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri luka
operasi.
|
v Anxiety
Control
v Comfort
Level
v Pain level
v Sleep:
extent ang patten
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam, gangguan pola tidur pasien teratasi
dengan kriteria hasil :
§ Jumlah jam tidur dalam batas normal
§ Pola tidur,kualitas dalam batas normal
§ Perasaan fres sesudah/istirahat
§ Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
|
Sleep Enhancement
Ø Determinasi efek-efek medikasi terhadap tidur
Ø Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
Ø Fasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur (membaca)
Ø Ciptakan lingkungan yang nyaman
Ø Kolaborasi pemberian obat tidur.
|
DAFTAR PUSTAKA
Bruner &
Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.
Doenges.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer,
Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
Price, Sylvia
A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer
& Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.