LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA
A. Definisi Skizofrenia
1.
Skizofrenia
adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi,
kamauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi; asoisasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi
perilaku bizar.
2.
Skizofrenia
merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor
penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin menyebut
gangguan ini sebagai demensia precox (demensia
artinya kemunduran intelegensi dan precox
artinya muda/sebelum waktunya).
B. Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa teori
yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Teori teori
tersebut antara lain:
1.
Endokrin
Teori
ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori
ini tidak dapat dibuktikan.
2.
Metabolisme
Teori
ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan metabolisme
karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis,
nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan
stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian
dengan pemberian obat halusinogenik seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide
(LSD-25). Obat-obat tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversible.
3.
Teori
Adolf Meyer
Skizofrenia
tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan
saraf tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit
badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia
merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
4.
Teori
Sigmund Freud
Teori
Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik. Menurut freud, skizofrenia
terdapat:
1) Kelemahan ego, yang dapat timbul
karena penyebab psikogenik ataupun somatik
2) Superego dikesampingkan sehingga tidak
bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase
narsisisme
3) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
5.
Eugen
Bleuler
Penggunaan
istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir,
perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok
yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan
dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
Teori
tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
1. Genetik
Teori
ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan
factor genetik turut menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara
kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 2009). Pengaruh genetik ini tidak sederhana seperti hokum Mendel,
tetapi yang diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia (bukan penyakit itu
sendiri).
2. Neurokimia
Hipotesis
dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan overaktivitas pada jaras
dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan bahwa amfetamin yang
kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip
skizofrenia dan obat anti psikotik bekerja dengan mengeblok reseptor dopamine,
terutama reseptor D2.
3. Hipotesis Perkembangan Saraf
Studi
autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan
morfologi otak penderita skizofrenia antara lain berupa berat orak rata-rata
lebih kecil 6% dari normal dan ukuran anterior-anterior yang 4% lebih pendek,
pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah
frontal dan temporal serta kelainan susunan seluler pada struktur saraf di
beberapa korteks dan subkortek. Studi neuropsikologis mengungkapkan deficit di
bidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif dan memori pada penderita
skizofrenia.
C. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin
membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
- Skizofrenia Simplek
Sering
timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
- Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya
perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa
15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan
psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
- Skizofrenia Katatonia
Timbulnya
pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor
katatonik.
- Skizofrenia Paranoid
Gejala
yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
- Episode Skizofrenia akut
Gejala
Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan
dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu
arti yang khusus baginya.
- Skizofrenia Residual
Keadaan
Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
Skizofrenia.
- Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping
gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal
depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung
untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
D. Manifestasi Klinik Skizofrenia
1. Gejala Primer
·
Gangguan
proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
·
Gangguan afek
emosi
1) Terjadi kedangkalan afek-emosi
2) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect /
inadekuat)
3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai
satu kesatuan
4) Emosi berlebihan
5) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi
yang baik
·
Gangguan
kemauan
1) Terjadi kelemahan kemauan
2) Perilaku negativisme atas permintaan
3) Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi
oleh orang lain
·
Gejala
psikomotor
1) Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
2) Stereotipi
3) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu
yang lama
4) Echolalia dan echopraxia
·
Autisme.
2. Gejala Sekunder
·
Waham
·
Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah
yang mungkin meliputi salah satu dari kelima pancaindra. halusinasi pendengaran
dan penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan
pengecapan juga dapat terjadi
E. Rentang Respon Skizofrenia
F. Penatalaksanaan Skizofrenia
- Terapi
Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin
dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik
pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan
pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical
antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)
a.
Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama
penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
·
Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
·
Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
·
Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
·
Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok
konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping
yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum
pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang
lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem
depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
b. Newer
Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut
atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping
bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer
atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
·
Risperdal (risperidone)
·
Seroquel (quetiapine)
·
Zyprexa (olanzopine)
c.
Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990,
merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50%
pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat
disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana
pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat
Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama
Generik Sediaan Dosis
1. Klorpromazin Tablet, 25 dan 100 mg, 150 - 600 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
2 Haloperidol Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg, 5 - 15 mg/hari
Injeksi 5
mg/ml
3
Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5 Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg,
Injeksi 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari
7 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600
mg/hari Injeksi 50 mg/ml 1 - 4 mg/hari
10 Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11 Risperidon
Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan)
Pertama
Newer atypical antipsycoic
merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek
samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia
lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat
untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan
diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat
selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila
pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan
mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat
karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini
terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya,
atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila
penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat
oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran.
Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti
dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang
dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien
untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru
menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia
dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama
tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,
bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin
beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita
Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk
menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan
tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal
(EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar
tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya
mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik
(biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati
efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive
dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding
tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini
dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat
antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional
mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti
antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk
Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak
penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya
biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer
atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat
badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini
sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan
olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang
terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat
kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.
- Terapi
Psikososial
a.
Terapi perilaku
Teknik perilaku
menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas
jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif
atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b.
Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna
karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi
parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong
sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan
tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah
dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5
- 10 % dengan terapi keluarga.
c.
Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan
nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan
tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara
suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu
bagi pasien skizofrenia.
d.
Psikoterapi individual
Penelitian yang paling
baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah
memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien
skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan
keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan
antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau
teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
- Perawatan
di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan
rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan
pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan
dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan
sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumahsakit harus direncanakan.
Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan
di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah
masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan
sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan
fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
G. Pohon Masalah Skizofrenia
PATHWAY SKIZOFRENIA |
H. Asuhan Keperawatan Skizofrenia
- Pengkajian
keperawatan skizofrenia
a.
Identitas
Sering ditemukan pada usia
dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
b.
Keluhan
Utama
Keluhan utama yang
menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya akibat adanya kumunduran
kemauan dan kedangkalan emosi.
c.
Faktor
Predisposisi
Faktor predisposisi sangat
erat terkait dengan faktor etiologi yakni keturunan, endokrin, metabolisme,
susunan syaraf pusat, kelemahan ego.
d.
Psikososial
1) Genogram
Orang tua penderita
skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16 % skizofrenia, bila keduanya
menderita 40-68 %, saudara tiri kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar 2-15 %,
saudara kandung 7-15 %.
2) Konsep Diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai
pasien akan mempengaruhi konsep diri pasien.
3) Hubungan Sosial
Klien cenderung menarik
diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri.
4) Spiritual
Aktifitas spiritual
menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
e.
Status
Mental
5) Penampilan Diri
Pasien tampak lesu, tak
bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat, resliting tak
terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi kemunduran
kemauan pasien.
6) Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat,
kurang bicara, apatis.
7) Aktifitas Motorik
Kegiatan yang dilakukan
tidak bervariatif, kecenderungan mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya
sendiri (katalepsia).
8) Emosi
Emosi dangkal
9) Afek
Dangkal, tak ada ekspresi
roman muka.
10) Interaksi Selama Wawancara
Cenderung tidak
kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, diam.
11) Persepsi
Tidak terdapat halusinasi
atau waham.
12) Proses Berfikir
Gangguan proses berfikir
jarang ditemukan.
13) Kesadaran
Kesadaran berubah,
kemampuan mengadakan hubungan dengan dan pembatasan dengan dunia luar dan
dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan
(secara kualitatif).
14) Memori
Tidak ditemukan gangguan
spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik.
15) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil
keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan, selalu memberikan alasan
meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
16) Tilik diri
Tak ada yang khas.
f.
Kebutuhan
Sehari-hari
Pada permulaan penderita
kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin mundur dalam pekerjaan akibat
kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat menurun
dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, intirahat tidur.
- Diagnosa
Keperawatan Skizofrenia
a.
Isolasi
sosial b.d harga diri rendah
b.
Resiko
perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b.d menarik diri
- Rencana
Tindakan Keperawatan
a.
Diagnosa
keperawatan: Isolasi sosial b.d harga diri rendah
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
|||
Isolasi
sosial b.d harga diri rendah
|
Tujuan umum
Klien
dapat melakukan hubungan sosia secara bertahap
|
-
|
-
|
-
|
Tujuan khusus 1
Klien
dapat membuna hubungan saling percaya
|
a.
Klien
dapat mengungkapkan perawaannya
b.
Ekspresi
wajah bersahabat
c.
Ada
kontak mata
d.
Menunjukkan
rasa senang
e.
Mau
berjabat tangan
f.
Mau
menjawab salam
g.
Klien
mau duduk berdampingan
h.
Klien
mau mengutarakan masalah yang dihadapi
|
a.
Bina
hubungan saling percaya
·
Sapa
klien secara ramah baik secara verbal maupun nonverbal
·
Perkenalkan
diri dengan sopan
·
Tanya
nama lengkap klien dan nama panggilanyang disukai
·
Jelaskan
tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji
·
Tunjukkan
sikap empati dan menerima klien apa adanya
·
Beri
perhatian kepada klien
b.
Beri
kesempatan untuk mengungkapkan perawaannya tentang penyakit yang diderita
c.
Sediakan
waktu untuk mendengarkan klien
d.
Katakana
pada klien bahwa dia adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta
mampu menolong dirinya sendiri
|
Hubungan
saling percaya akan menimbulkan kepercayaan klien kepada perawat sehingga
akan memudahkan dalam pelaksanaan tindakan selanjutnya
|
|
Tujuan khusus 2
Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
|
Klien
mampu mempertahankan aspek yang positif
|
a.
Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien dan beri reinforcement atas
kemampuan mengungkapkan perasaannya
b.
Saat
bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif
c.
Utamakan
memberi pujian yang realistis
|
Reinforcement
positif akan meningkatkan harga diri klien
|
|
Tujuan khusus 3
Klien
dapat menilai kemampuan yang data digunakan
|
a.
Kebutuhan
klien terpenuhi
b.
Klien
dapat melakukan aktivitas terasarah
|
a.
Diskusikan
kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit
b.
Diskusikan
juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dah di rumah
nantinya
|
Peningkatan
kemampuan klien akan mendorong klien untuk madiri
|
|
Tujuan khusus 4
Klien
dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
|
a.
Klien
mampu beraktivitas sesuai kemampuan
b.
Klien
mengikuti TAK
|
a.
Rencanakan
bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan,
kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan bantuan
total
b.
Tingkatkan
kegiatan klien sesuai toleransi kondisi klien
c.
Berikan
contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan (sering klien takut melaksanakannya)
|
Pelaksanaan
kegiatan secara mandiri menjadi modal awal untuk meningkatkan harga diri
|
|
Tujuan khusus 5
Klien
dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
|
Klien
mampu beraktivitas sesuai kemampuan
|
a.
Berikan
kesempatan kepada klien mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b.
Beri
pujian atas usaha dan keberhasilan klien
c.
Diskusikan
kemungkinan pelaksanaan di rumah
|
Melalui
aktivitas, klien akan mengetahui kemampuannya
|
|
Tujuan khusus 6
Klien
dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
|
a.
Klien
mampu melakukan apa yang diajarkan
b.
Klien
mau memberikan dukungan
|
a.
Beri
pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan
isolasi social dan harga diri rendah
b.
Bantu
kelluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c.
Bantu
keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
|
Perhatian
keluarga dan pengertian keluarga akan membantu meningkatkan harga diri klien
|
b.
Diagnosa
keperawatan: resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendenganran b.d
menarik diri
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
|||
Resiko
perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b.d isolasi sosial
|
Tujuan umum
Klien
dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
|
-
|
-
|
-
|
Tujuan khusus 1
Klien
dapat membuna hubungan saling percaya
|
Klien
dapat mengungkapkan perasaan dan keberadaannya secara verbal
a.
Klien
mau menjawab salam
b.
Klien
mau berjabat tangan
c.
Mau
menjawab pertanyaan
d.
Ada
kontak mata
e.
Klien
mau duduk berdampingan dengan perawat
|
a.
Bina
hubungan saling percaya
·
Sapa
klien secara ramah baik secara verbal maupun nonverbal
·
Perkenalkan
diri dengan sopan
·
Tanya
nama lengkap klien dan nama panggilanyang disukai
·
Jelaskan
tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji
·
Tunjukkan
sikap empati dan menerima klien apa adanya
·
Beri
perhatian kepada klien
b.
Beri
kesempatan untuk mengungkapkan perawaannya tentang penyakit yang diderita
c.
Sediakan
waktu untuk mendengarkan klien
d.
Katakana
pada klien bahwa dia adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta
mampu menolong diri sendiri
|
Hubungan
saling percaya akan menimbulkan kepercayaan klien kepada perawat sehingga
akan memudahkan dalam pelaksanaan tindakan selanjutnya
|
|
Tujuan khusus 2
Klien
dapat menyebutkan penyabab menarik diri
|
Klien
dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari :
a.
Diri
sendiri
b.
Orang
lain
c.
Lingkungan
|
a.
Kaji
pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b.
Beri
kesempatak kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul
c.
Diskusikan
dengan klien tentang perilaku menarik diri, tanda dan gejala
d.
Berikan
pujian tentang kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
|
Dengan
mengetahui tanda dan gejala menarik diri akan menentukan langkah intervensi
selanjutnya
|
|
Tujuan khusus 3
Klien
dapat menyebutkan keuntungan bersosialisasi dengan orang lain dan kerugian
todak bersosialisasi dengan orang lain
|
Klien
dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain, misalnya banyak
teman, tidak sendiri, bias berdiskusi, terasa ramai, dapat bercanda
|
a.
Kaji
pengetahuan klien tentang keuntungan dan manfaat bergaul dengan orang lain
b.
Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
c.
Diskusikan
dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
d.
Kaji
pengetahuan klien tentang kerugian bila todak bergaul dengan orang lain
e.
Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang kerugian bila
tidak berhubungan dengan orang lain
f.
Diskusikan
dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
g.
Beri
reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
|
Reinforcement
positif dapat meningkatkan harga diri
|
c.
Diagnosa
keperawatan: Kurang perawatan diri b.d menarik diri
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
|||
Kurang
perawatan diri b.d menarik diri
|
Tujuan umum
Pasien
mengungkapkan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari
|
-
|
-
|
-
|
Tujuan khusus 1
Klien
mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemontrasikan suatu keinginan untuk melakukannya
|
Klien
mampu melakukan aktivitas sehari-hari
a. Pasien makan sendiri tanpa bantuan.
b. Pasien memilih pakaian yang sesuai,
berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
c. Pasien mempertahankan kebersihan
diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi
dan berkemih tanpa bantuan.
|
a.
Dukung
pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
pasien
b.
Dukung
kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat melakukan
beberapa kegiatan
c.
Perlihatkan
secara konkret, bagaimana melakukakn kegiatan yang menurut pasien sulit
melakukannya
d.
Bantu
dalam menyiapkan perlengkapan ADLs
e.
Berikan
pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri
|
Kegiatan
mandiri dapar meningkatkan kemampuan aktivitas yang dapat dilakukan klien
|
I. Daftar Pustaka
Maramis,
Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa. Ed 2. Surabaya. Airlangga University Press
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5.
Jakarta. EGC
Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 15 Oktober 2011
Schizophrenia.
www.emedicine.com
diakses
tanggal 15 oktober 2011