LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTIROID
A.
Definisi
Hipertiroidisme
(Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon
tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Hipertiroidisme
adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme
(Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara
berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.
Krisis
tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat
mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit
Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus:
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress
emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli
paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
1. Apakah
itu tiroid ?
Kelenjar Tiroid adalah
sejenis kelenjar endokrin yang terletak di bagian bawah depan leher yang
memproduksi hormon tiroid dan hormon calcitonin.
2. Hormon
Tiroid
Hormon yang terdiri dari
asam amino yang mengawal kadar metabolisme
Penyakit
Grave, penyebab tersering hipertiroidisme, adalah suatu penyakit otoimun yang
biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada
kelenjar tiroid. Otoantibodi IgG ini, yang disebut immunooglobulin perangsang
tiroid (thyroid-stimulating immunoglobulin), meningkatkan pembenftukan HT,
tetapi tidak mengalami umpan balik negatif dari kadar HT yang tinggi. Kadar TSH
dan TRH rendah karena keduanya berespons terhadap peningkatan kadar HT.
Penyebab penyaldt Grave tidak diketahui namun tampaknya terdapat predisposisi
genetik terhadap penyakit otoimun, Yang paling sering terkena adalah wanita
berusia antara 20an sampai 30an.
Gondok
nodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan
akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi selama
periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi misalnya pada pubertas
atau kehamilan. Dalarn hal ini, peningkatan HT disebabkan oleh pengaktivan
hipotalamus yang didorong oleh proses metabolisme tubuh sehingga disertai oleh
peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan hormon tiroid berkurang, ukuran
kelenjar tiroid biasanya kembali ke normal. Kadang-kadang terjadi perubahan
yang ireversibel dan kelenjar tidak dapat mengecil. Kelenjar yang membesar
tersebut dapat, walaupun tidak selalu, tetap memproduksi HT dalm jumlah
berlebihan. Apabila individu yang bersangkutan tetap mengalami hipertiroidisme,
maka keadaan ini disebut gondok nodular toksik. Dapat terjadi adenoma, hipofisis
sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus, walaupun jarang.
B.
Klasifikasi
Hipertiroidisme
(Tiroktosikosis) di bagi dalam 2 kategori:
1. Kelainan
yang berhubungan dengan Hipertiroidisme
2. Kelainan
yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme
Klasifikasi
lain:
1. Goiter Toksik Difusa
(Graves’ Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem
kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga
menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya
dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor
keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan
tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
2. Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar
dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi
umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.
3. Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan
inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam
darah. Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa
timbul lagi pada beberapa orang.
4. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan
dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara
perlahan-lahan
C.
Penyebab
Hipertiroidisme
dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH
dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroidisme
akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar HT dan TSH yang finggi.
TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH
dan TRH yang berlebihan.
1. Penyebab
Utama
a. Penyakit
Grave
b. Toxic
multinodular goitre
c. ’’Solitary
toxic adenoma’’
2. Penyebab
Lain
a. Tiroiditis
b. Penyakit
troboblastis
c. Ambilan
hormone tiroid secara berlebihan
d. Pemakaian
yodium yang berlebihan
e. Kanker
pituitari
f. Obat-obatan
seperti Amiodarone
D.
Anatomi dan Fisiologi
A. Anatomi
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan
dan sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring
setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini
terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2
lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2
25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat
pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti
kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan
basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm.
Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada
beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya
anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah
karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Kelenjar ini tersusun dari
bentukan bentukan bulat dengan ukuran yang bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap
thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya.
Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh darah.
Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan
aktivitas kelenjar thyroid tersebut. Ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis
rendah, bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi,
sel folikel dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang dapat
berbeda pada setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi
pada koloid tersebut.
B. Fisiologi
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago
krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid
berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid
menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin
(T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum
karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi
ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak
reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya
jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan
karena jumlah reseptornya sedikit.
Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
1.
Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa
ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
2.
Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein
besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;
3.
Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini
dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
4.
Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I)
akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat
terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih
besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih
cepat.
5.
Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah
teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan
jika dua unsur I menjadi diiodotirosin)
6.
Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi).
Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi
triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin
atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air
jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal
ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma.
Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat
kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih
mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
E.
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme
biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita
hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa
kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan
kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar
daripada normal.
Pada hipertiroidisme,
kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH,
Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan
dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan –
bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun,
sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang
panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang
hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan
oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis
anterior.
Pada hipertiroidisme,
kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga
untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar.
Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang
abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek
hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan
reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan
otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
Pathway
Pathway Hipertiroid |
F.
Gejala-gejala
- Peningkatan frekuensi denyut jantung
- Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap Katekolamin
- Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
- Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
- Peningkatan frekuensi buang air besar
- Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
- Gangguan reproduksi
- Tidak tahan panas
- Cepat letih
- Tanda bruit
- Haid sedikit dan tidak tetap
- Pembesaran kelenjar tiroid
- Mata melotot (exoptalmus)
G.
Diagnosa
Diagnosa bergantung kepada
beberapa hormon berikut ini :
Pemeriksaan darah yang
mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan
dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
1. TSH(Tiroid
Stimulating Hormone)
2. Bebas
T4 (tiroksin)
3. Bebas
T3 (triiodotironin)
4. Diagnosa
juga boleh dibuat menggunakan ultrabunyi untuk memastikan pembesaran kelenjar
tiroid
5. Tiroid
scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme
dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan
kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia
H.
Komplikasi
Komplikasi
hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien
hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah
yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia
(sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian
Penyakit
jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena
agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid:
mortalitas
HIPERTIROID |
I.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
a. Obat
Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih,
pasien mengalami gejala hipotiroidisme.Contoh obat adalah sebagai berikut :
1) Thioamide
2) Methimazole
dosis awal 20 -30 mg/hari
3) Propylthiouracil
(PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
4) Potassium
Iodide
5) Sodium
Ipodate
6) Anion
Inhibitor
b. Beta-adrenergic
reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejalagejala
hipotiroidisme. Contoh: Propanolol
Indikasi :
1) Mendapat
remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma
ringan –sedang dan tiroktosikosis
2) Untuk
mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah
pengobatan yodium radioaktif
3) Persiapan
tiroidektomi
4) Pasien
hamil, usia lanjut
5) Krisis tiroid
Penyekat
adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi
eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg
dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah
eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis,
serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid
dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan di
nilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat
antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemidian
hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
2. Surgical
a. Radioaktif
iodine.
Tindakan
ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif
b. Tiroidektomi.
Tindakan
Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,= alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
2.
Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien merasa perutnya tidak enak dan sering buang air besar
dengan konsistensi cair.
b. Riwayat penyakit saat
ini
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit
keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
hipertiroid.
3.
Pengkajian pola fungsional (Gordon)
4.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. Pernafasan B1 (breath)
sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis), frekuensi
pernafasan meningkan,dipneu,dipsneu,dan edema paru.
b. Kardiovaskular B2
(blood)
hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung, limfositosis,
anemia, splenomegali, leher membesar
c. Persyarafan B3 (brain)
Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku,
seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium,
psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTD).
psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTD).
d. Perkemihan B4 (bladder)
oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti
e. Pencernaan B5 (bowel)
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
f. Muskuloskeletal/integument
B6 (bone)
rasa lemah, kelelahan
5.
Data Laboratorium
a. Tes ambilan RAI :
Meningkat pd penyakit graves & toksik goiter noduler,menurun pada
tiroiditis
b. T4 dan T3 serum :
meningkat (normal : T3 = 26-39 mg, T4 = 80-100 mg)
c. T4 dan T3 bebas serum :
meningkat
d. TSH : tertekan dan tidak
bereson pd TRH
e. Tiroglobulin : meningkat
f. Stimulasi TRH :
dikatakan tiroid jika TRH tidak ada sampai meningkat setelah pemberian TRH
g. ikatan protei iodiun :
meningkat
h. gula darah : meningkat
(sehubungan dengan kerusakan andrenal)
i. kortisol plasma : turun
(menurunnya pengeluaran pada andrenal)
j. pemeriksaan fungsi heper
: abnormal
k. elektrolit :
hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon andrenal atau efek dilusi dalam
tera cairan pengganti. Hipoklemia terjadi dengan sendiranya pada kehilangan
melalui gastrointestinal dan diuresis
l. katekolamin serum :
menurun
m. kreatinin urine :
meningkat
n. EKG : fibrilasi atrium,
waktu sistolik memendek, kardiomegali
B. Diagnosa
1. Resiko tinggi teradap penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja
jantung.
2. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan energy.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan peningkatan metabolism (eningkatan nafsu makan atau
pemasukan dengan penurunan berat badan ).
4.
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis; status
hipermetabolik.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhanpengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
C.
Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Resiko tinggi teradap penurunan curah jantung
berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme,
peningkatan beban kerja jantung
|
NOC
:
· Cardiac
Pump effectiveness
· Circulation
Status
· Vital
Sign Status
|
NIC
:
Cardiac Care
v Evaluasi adanya nyeri dada (
intensitas,lokasi, durasi)
v Catat
adanya disritmia jantung
v Catat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac putput
v Monitor
status kardiovaskuler
v Monitor
status pernafasan yang menandakan gagal jantung
v Monitor abdomen sebagai indicator
penurunan perfusi
v Monitor
balance cairan
v Monitor
adanya perubahan tekanan darah
v Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
v Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
v Monitor
toleransi aktivitas pasien
v Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
dan ortopneu
v Anjurkan
untuk menurunkan stress
Fluid
Management
· Timbang
popok/pembalut jika diperlukan
· Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
· Pasang
urin kateter jika diperlukan
· Monitor
status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
· Monitor
hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin )
· Monitor
status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
· Monitor
vital sign sesuai indikasi penyakit
· Monitor
indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
· Monitor
berat pasien sebelum dan setelah dialisis
· Kaji
lokasi dan luas edema
· Monitor
masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
· Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian terapi cairan sesuai program
· Monitor
status nutrisi
· Berikan
cairan
· Kolaborasi
pemberian diuretik sesuai program
· Berikan
cairan IV pada suhu ruangan
· Dorong
masukan oral
· Berikan
penggantian nesogatrik sesuai output
· Dorong
keluarga untuk membantu pasien makan
· Tawarkan
snack ( jus buah, buah segar )
· Batasi
masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
· Monitor
respon pasien terhadap terapi elektrolit
· Kolaborasi
dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
· Atur
kemungkinan tranfusi
· Persiapan
untuk tranfusi
Fluid Monitoring
· Tentukan
riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
· Tentukan
kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
· Monitor
berat badan
· Monitor
serum dan elektrolit urine
· Monitor
serum dan osmilalitas urine
· Monitor
BP<HR, dan RR
· Monitor
tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
· Monitor
parameter hemodinamik infasif
· Catat
secara akutar intake dan output
· Monitor
membran mukosa dan turgor kulit, serta rasa haus
· Catat
monitor warna, jumlah dan
· Monitor
adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
· Monitor
tanda dan gejala dari odema
· Beri
cairan sesuai keperluan
· Kolaborasi
pemberian obat yang dapat meningkatkan output urin
· Lakukan
hemodialisis bila perlu dan catat respons pasien
Vital
Sign Monitoring
§ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ Catat
adanya fluktuasi tekanan darah
§ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
§ Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
§ Monitor
TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§ Monitor
kualitas dari nadi
§ Monitor
adanya pulsus paradoksus
§ Monitor
adanya pulsus alterans
§ Monitor
jumlah dan irama jantung
§ Monitor
bunyi jantung
§ Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor
suara paru
§ Monitor
pola pernapasan abnormal
§ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§ Monitor
sianosis perifer
§ Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
§ Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
|
2
|
Kelelahan berhubungan dengan
hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energy
|
NOC :
v Endurance
v Concentration
v Energy
conservation
v Nutritional
status : energy
Kriteria Hasil :
v Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik
v Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan
|
NIC :
Energy
Management
v Observasi
adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
v Dorong anal untuk mengungkapkan
perasaan terhadap keterbatasan
v Kaji
adanya factor yang menyebabkan kelelahan
v Monitor nutrisi dan sumber
energi tangadekuat
v Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
v Monitor
respon kardivaskuler terhadap aktivitas
v Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
|
3
|
Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolism (eningkatan
nafsu makan atau pemasukan dengan penurunan berat badan ).
|
NOC :
v Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
v Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
v Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak
ada tanda tanda malnutrisi
v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition
Management
§ Kaji
adanya alergi makanan
§ Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe
§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
§ Berikan
substansi gula
§ Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§ Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
§ Ajarkan
pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§ Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
§ Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
§ Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
§ BB
pasien dalam batas normal
§ Monitor
adanya penurunan berat badan
§ Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
§ Monitor
lingkungan selama makan
§ Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
§ Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
§ Monitor
turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
§ Monitor
mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
§ Monitor
makanan kesukaan
§ Monitor
pertumbuhan dan perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor
kalori dan intake nuntrisi
§ Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
§ Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
|
4
|
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis;
status hipermetabolik.
|
NOC :
v Anxiety
control
v Coping
Kriteria Hasil :
v Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
v Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
v Vital
sign dalam batas normal
v Postur
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
|
NIC :
Anxiety Reduction
(penurunan kecemasan)
· Gunakan
pendekatan yang menenangkan
· Nyatakan
dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
· Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
· Temani
pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
· Berikan
informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
· Dorong
keluarga untuk menemani anak
· Lakukan
back / neck rub
· Dengarkan
dengan penuh perhatian
· Identifikasi
tingkat kecemasan
· Bantu
pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
· Dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
· Instruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi
· Barikan
obat untuk mengurangi kecemasan
|
5
|
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis
dan kebutuhanpengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
|
NOC :
v Kowlwdge
: disease process
v Kowledge
: health Behavior
Kriteria Hasil :
v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC :
Teaching : disease
Process
1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat
|
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Tri Martiana Rahayu, dkk.
Hipertiroid. http://tiaraaskep.blogspot.com/2008/11/hipertiroid.html.
Diakses tanggal 21 Januari 2014.
Doenges, M.E dan
Moorhouse, M.F. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, ed 3. Jakarta: EGC.
Greenspan, Francis S. dan
Baxter, John D. 2000. Endokrinologi Dasar &
Hermawan, Andreas. Solusi Alami Hipertiroid Tanpa
Operasi. http://healindonesia.wordpress.com.
Diakses tanggal 7 April 2010.
Irhamsyah, Muhammad. Hipertiroid. http://andardunker.blogspot.com.
Diakses tanggal 21 Januari 2014.
Ismail. Askep Klien Hipertiroidisme.
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi, vol 2. Jakarta: EGC.
Price, S.A dan Wilson, LM.
2005. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, vol 2. Jakarta: EGC.
Semiardji, Gatut. 2003. Penyakit Kelenjar Tiroid.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Thamrin, Zulkifli Ukki .Hipertiroidisme. http://zulkiflithamrin.blogspot.com/2007/05/hipertiroidisme.html.
Diakses tanggal 21 Januari 2014.
Guyton, Arthur C. & John E. Hall,
1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Editor: Irawati Setiawan, EGC,
Jakarta.